Incinews.net
Selasa, 28 Juni 2022, 22.30 WIB
Last Updated 2022-07-01T05:30:39Z
DPRDMataramNTB

Pimpinan DPRD NTB Angkat Bicara Soal Joki Cilik Pacuan Kuda

Foto: Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaeda.


insan cita (incinews) Mataram- Keberadaan anak-anak menjadi joki cilik di NTB, khususnya Pulau Sumbawa, masih menuai kritikan dari sejumlah pihak dan pemerhati anak. 


Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaeda, menyayangkan penggunaan joki anak pada kegiatan yang sangat membahayakan keselamatan jiwa tersebut. 


Apalagi, sejumlah temuan kasus eksploitasi joki usia anak yang berakhir dengan meninggal dunia acap kali terjadi.  Salah satunya, insiden kematian seorang joki anak usia 6 tahun di Kabupaten Bima, NTB, setelah terjatuh dari punggung kuda yang ditungganginya saat latihan pada 9 Maret 2022 lalu, menjadi catatan buruk.



"Saran saya, Pemprov NTB perlu duduk bareng dengan Pemkab Bima maupun Pemda kabupaten/kota di Pulau Sumbawa, untuk bisa menghentikan penggunaan joki anak di arena pacuan kuda," ujar Isvie pada wartawan, Selasa (28/6/2022).


Politisi Golkar itu, tak menampik jika penggunaan joki cilik dalam arena balap kuda, masuk kategori bentuk eksploitasi terhadap anak. Karena itu, edukasi pada para orang tua harus sering dilakukan.


"Bila perlu jika memang sulit itu dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan dan tradisi turun temurun, maka kami di DPRD NTB siap menginisiasi adanya regulasi yang melarang hal itu," tegas Isvie. 


Sebelumnya, Gubernur NTB H.

Zulkieflimansyah pun angkat bicara perihal tersebut.


Pria yang akrab disapa Bang Zul itu menegaskan tidak setuju dengan adanya joki cilik. Dia mengatakan, pacuan kuda tradisional, sudah melekat jokinya oleh anak-anak.


Kegiatan itu sudah tradisi yang telah mengkultur di tengah masyarakat sejak dulu. Maka dibutuhkan proses untuk mengubahnya.


"Memperbaiki tradisi tidak bisa serta merta, tapi butuh proses," kata Bang Zul dikutip dari portal resmi Pemprov NTB, Kamis (24/6/2022).


Dia menuturkan, sering melihat pacuan kuda diluar negeri. Sehingga ditegaskannya bahwa tidak setuju dengan adanya joki cilik.


Keberadaan joki cilik yang identik dengan pacuan kuda masyarakat Sumbawa, Dompu dan Bima ini sudah dianggap hal yan biasa oleh masyarakat lokal setempat. Hal tersebut dikarenakan juga oleh ukuran dan jenis kuda di Pulau Sumbawa yang dilombakan oleh masyarakat, merupakan jenis dan ukuran kuda yang kecil, sehingga cocok untuk ditunggangi oleh joki anak-anak. Kalau ditunggangi oleh joki dewasa maka kudanya tidak akan mampu berpacu.


Oleh sebab itu, berbagai upaya yang terus dilakukan oleh pemerintah, termasuk melalui Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PORDASI). Salah satunya memperketat aturan untuk jenis dan ukuran kuda.


Dalam olahraga pacuan kuda, sudah memiliki kelas-kelas pacuan. Kelas F untuk dewasa dengan ukuran kuda yang besar juga.


Sehingga tambah Bang Zul, bahwa tradisi pacuan kuda di Pulau Sumbawa, tidak hanya berbicara adat dan budaya serta kearifan lokal masyarakat setempat. Akan tetapi ada banyak aspek yang ada didalamnya. Salahsatunya aspek sosial kemasyarakatan. 


"Secara turun temurun, keluarga pemilik kuda ini terus menjaga silaturahmi para leluhurnya, baik di arena pacuan dan diluar kehidupan sehari-hari. Ini yang unik di tradisi pacuan kuda," ucap Bang Zul.


Begitupun sektor ekonomi kemasyarakatan juga bergerak. Puluhan UMKM dan pedagang yang berjualan dan saling membutuhkan di arena pacuan kuda. Ini menjadi sektor penggerak ekonomi masyarakat selama beberapa hari pelaksanaan lomba tersebut.


Selain itu, industri tersebut juga menjelaskan bahwa keberadaan joki cilik ini juga merugikan bagi anak-anak dari aspek pendidikannya. Apalagi saat musim pacuan kuda ini berlangsung Seminggu bahkan lebih, praktis banyak yang tidak masuk sekolah.


Untuk itu, pemerintah daerah sudah mengaktifkan sekolah malam, untuk para joki cilik yang tertinggal pelajaran sekolahnya. Ada guru yang ditugaskan untuk mengajar selama perlombaan berlangsung.


"Sehingga para joki tidak tertinggal dalam hal pendidikan. Karena pendidikan penting untuk masa depan mereka," katanya.


Untuk merubah joki cilik dan pacuan kuda yang sudah mengakar di kehidupan masyarakat ini menjadi tantangan tersendiri.