Incinews.net
Jumat, 09 Oktober 2020, 09.02 WIB
Last Updated 2020-10-09T01:23:14Z
DPDMataramNTB

Datangi Kantor DPD NTB, Evi Berjanji Perjuangkan Aspirasi Masyarakat NTB Soal Omnibus Law

Foto: Mahasiswa dan Pemuda yang tergabung dalam OKP Cipayung Plus saat gelar Aksi Didepan Kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI NTB. (O'im)

Mataram, incinews.net: Disahkannya Rancangan Undang-undang Omnibus Law oleh Dewan Perwakilan Rakyat memicu gelombang protes masyarakat di seluruh indonesia Tidak terkecualiMesti ditengah pandemi Covid-19 ribuan elemen masyarakat, baik Siswa, mahasiswa dan kaum buruh di NTB secara serentak lakukan aksi penolakan terhadap disahkannya undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker), Kamis (8/10/2020). 

Aksi penyampaian aspirasi terjadi disejumlah titik di kabupaten/Kota di NTB. Di Kota Mataram Ruas Jalan Udayana Dibanjiri sejumlah mahasiswa untuk menuntuk DPRD agar pemerintah  segera mencabut UU tersebut. Tidak hanya dilakukan di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Dearah (DPRD) NTB, tetapi gelombang masa aksi terjadi juga di depan kantor Perwakilan Wilayah Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) NTB dengan pengawalan ketat pihak Keamanan, baik Polri dan TNI. 

Menanggapi aksi massa itu, Anggota DPD perwakilan NTB, Evi Apita Maya, SH, .,Mkn menjelaskan, Soal aksi aspirasi itu bagian dari hak kebebasan berpendapat. Melihat gelombang aksi hari ini, tidak hanya terjadi di sejumlah wilayah di NTB, tapi disejumlah wilayah di indonesia,  tentu ini harus diatensi serius oleh pemerintah.

 "Agar undang-undang Omnibus Law yang baru-baru ini disahkan bisa di batalkan kembali. Karna dengan melihat situasi yang berkembang cukup mengkhawatirkan, serta mengganggu stabilitas Negara dan Daerah," paparnya.

Evi Apita Maya Anggota DPD RI Wakil NTB dan Dimandatkan sebagai Wakil Komite III di DPD RI

Ia menilai, DPR terkesan buru-buru mengesahkan Omnibus Law tersebut. Harusnya lebih awal disosialisasikan secara menyeluruh kepada masyarakat atau dipublikasikan secara jelas kepada masyarakat, supaya ini tidak menjadi masalah. 

"Juga tidak sepatutnya di sahkan dengan cara dadakan tengah malam. Sementara dari pengesahan udah memicu kemarahan rakyat Indonesia,"terang Evi Apita Maya, saat dikonfirmasi media ini.

Lebih lanjut Evi mengutarakan memang kedudukan antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah sama. Namun kata ia, masing-masing mempunyai kewenangan sendiri. DPR mewakili pusat, sedangkan DPD mewakili daerah pemilihannya.

"Kesamaan dari kedua lembaga ini memiliki hak yang sama dalam membahas rancangan Undang-Undang Otonomi Daerah. Tetapi disisi lain tidak memiliki hak untuk mengesahkan suatu undang-undang. Dan  terjadi pembatasan pengaturan kewenangan dari DPD itu sendiri,"terangnya.

"Akibatnya kita DPD tidak memiliki hak setara seperti DPR untuk mengintervensi jauh lebih dalam soal pembahasan perancangan peraturan perundang-undangan. Termasuk hari ini Omnibus Law Ciptaker yang demo mahasiswa seluruh Indonesia,"tambahnya.

Menyadari hal demikian, Wakil Ketua Komite III DPD RI ini berjanji, tetap menyuarakan atau menyampaikan ke Pemerintah pusat atas perjuangan dari seluruh elemen masyarakat NTB.  Misal bisa saja undang-undang Omnibus Law itu bisa dilakukan upaya yudisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sewalaupun RUU Omnibus Law telah disahkan menjadi Undang-undang. Bukan berarti tidak bisa di ajukan untuk pencabutan kembali aturan yang disahkan itu. Kalau pemerintah lebih khawatir akan terjadi gejolak lebih besar. Bisa dikeluarkan Perppu. Tetapi kalau gelombang masih terus berlanjut, bisa dilakukan upaya yudisial review ke MK,"tutupnya. (red)