Incinews.net
Senin, 08 April 2024, 21.20 WIB
Last Updated 2024-04-08T13:23:50Z
HukrimPemerintah

Masyarakat Pemerhati Konstitusi Kritisi Keputusan MKMK Terhadap Hakim Anwar Usman

Foto: Hakim MK Anwar Usman.


MEDia INSAN CITA (inciNews.net) Mataram -

Masyarakat Pemerhati Konstitusi kritisi keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang kembali menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim MK Anwar Usman dikritik.

Zaki Akbar menyampaikan, putusan MKMK dengan perkara nomor 01/MKMK/L/003/2024, Perkara Nomor 02/MKMK/L/003/2024, dan Perkara Nomor 05/MKMK/L/003/2024 tidak memperhatikan hak konstitusional seorang warga negara.

Dalam putusan tersebut, Anwar Usman yang mengajukan gugatan ke PTUN dianggap merupakan fakta yang memperkuat penilaian bahwa hakim terlapor (Anwar Usman) tidak dapat menerima Putusan Majelis Kehormatan Nomor 02/MKMK/L/2023.

"Majelis kehormatan dalam putusan tersebut seolah-olah membungkam Anwar Usman, dan Putusan Majelis Kehormatan Nomor 02/MKMK/L/2023 seperti kitab suci yang tidak dapat dikritisi," Kata Ketua Masyarakat Pemerhati Konstitusi Indonesia menilai Zaki Akbar dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Senin (8/4/2024).

Sambung Zaki, demikian juga dengan pengajuan gugatannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028 tanggal 9 November 2023.

"Apakah majelis MKMK berhak membatasi hak konstitusional seorang warga negara yang membela dirinya melalui jalur hukum yang sah secara konstitusional yakni melalui pengadilan?" ujar Zaki Akbar.

Menurutnya, negara telah memberikan saluran hukum seperti pengajuan gugatan di pengadilan untuk menjamin hak atas akses keadilan warga negaranya terpenuhi.

"Bagaimana bisa majelis kehormatan menjadikan alasan pengajuan gugatan ke pengadilan oleh Anwar Usman sebagai dasar menyatakan seseorang melakukan pelanggaran etik," ujarnya.

Ia menambahkan, Indonesia adalah negara hukum, konsekuensinya pengakuan hukum dan keadilan harus menjadi syarat mutlak dalam mencapai tegaknya negara hukum yang dijamin oleh konstitusi.

"Dalam hal ini semua warga negara harus mendapatkan kesetaraan atau perlakuan yang sama di hadapan hukum, termasuk hak dalam mengajukan gugatan ke pengadilan," katanya.

Pengajuan gugatan pada PTUN Jakarta terhadap Keputusan MK RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua MK Masa Jabatan 2023–2028 menurutnya sudah tepat dan sah secara hukum.

"Bahwa gugatan tersebut adalah cara menghargai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada di negara ini," jelasnya.

Sehingga bagi ZakiMubarak pertimbangan majelis kehormatan terkait upaya gugatan ke PTUN dalam memutuskan seseorang sebagai pelanggar etik merupakan bentuk kekeliruan.


Dikutip dari CNN Indonesia, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberikan sanksi berupa teguran tertulis kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, usai dinyatakan kembali melanggar kode etik.

"Menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada hakim terlapor," kata Ketua sekaligus Anggota Majelis MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3).


Dia menjelaskan Majelis Kehormatan memandang perlu untuk memberikan teguran tertulis kepada Hakim terlapor untuk menunjukkan sikap patuhnya yang tulus terhadap putusan Majelis Kehormatan.


Pasalnya, Anwar tidak menerima putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/2023 dan sanksi yang harus diterimanya.


Menurut MKMK, sikap tidak terima ini tampak ketika adik ipar Presiden Joko Widodo itu menggelar konferensi pers merespons Putusan MKMK Nomor 2 Tahun 2023.


"Majelis Kehormatan menemukan bahwa pernyataan yang disampaikan hakim terlapor, baik secara tersirat maupun tersurat, menunjukkan gelagat dan sikap bahwa hakim terlapor tidak dapat menerima putusan," kata anggota MKMK Yuliandri.


Menurut MKMK, ada beberapa pernyataan Anwar yang menunjukkan sikap tidak terima, antara lain yang menyebut ada upaya politisasi dan menjadikan dirinya sebagai objek dalam berbagai putusan MK.


Kemudian, pernyataan Anwar yang menyayangkan proses peradilan etik digelar secara terbuka, serta putusan MKMK yang menurutnya melanggar norma dan ketentuan yang berlaku.


MKMK pun berpandangan, tindakan Anwar yang menggelar konferensi pers juga sudah dapat menunjukkan sikap tidak legowo atas putusan MKMK.

Di samping itu, Anwar juga mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha atas putusan MKMK tersebut.


"Tindakan hakim terlapor yang mengajukan gugatan ke PTUN, bagi Majelis Kehormatan, merupakan fakta yang memperkuat penilaian bahwa hakim terlapor tidak dapat menerima putusan," kata Yuliandri.