Incinews.net
Jumat, 05 April 2024, 16.30 WIB
Last Updated 2024-04-05T11:00:04Z

Anak Orang Kaya Hirup Udara Bebas, Penerapan Hukum Polres Bima Kota Dipertanyakan

Foto: Polres Bima Kota

MEDia INSAN CITA (InciNews.net) Bima - 

Di era Demokrasi dan Reformasi saat ini masyarakat sudah semakin sadar hukum jika dibandingkan dengan era sebelumnya. 

Jika dicermati di masyarakat setiap perkara (perselisihan) yang tidak bisa didamaikan maka biasanya langsung dibawa ke pengadilan dengan harapan akan ada putusan hukum yang dapat diterima pihak-pihak yang berperkara. Akan tetapi, realitanya hampir setiap putusan hukum baik oleh Polres, oleh pengadilan akan di demonstrasi atau diprotes oleh sekelompok masyarakat karena dirasakan tidak adil. Hal tersebut terus terjadi dimasyarakat karena mereka tidak mengetahui mana putusan yang adil, oleh karena itu norma-norma mengenai keadilan, kepatutan dan bahkan kebenaran pun semakin kabur dan sulit untuk dipahami para pelakunya.

Keadilan milik semua manusia. Tidak perduli kaya dan miskin. Tidak perduli apapun strata sosialnya. Tidak perduli apapun jabatannya. Tidak perduli siapapun orang tuanya. Itulah makna dari prinsip dasar: persamaan di hadapan hukum, equality before the law. Persamaan, tanpa perbedaan hukum, bagi setiap manusia.

Namun itu adalah teori, bukan praktik. Dalam praktik, dalam kenyataannya teori seringkali tidak terwujud. Maka, muncullah ungkapan standar, penegakan hukum yang ibarat sebilah pisau, “tajam ke bawah, tumpul ke atas.” Keadilan hanya milik orang kaya, bukan orang miskin. Maka ibarat pelayanan kesehatan yang sering menghadirkan sindiran, “Orang miskin tidak boleh sakit”, maka dalam hal penegakan hukum, muncul pula kesinisan, “Orang miskin tidak boleh benar” karena dalam faktanya, hukum sejak semula selalu mengandung potensi untuk cenderung memberikan keuntungan kepada mereka dari golongan yang lebih mampu secara financial. Sementara hukum itu tidak adil terutama bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Mungkin seperti itulah yang dialami dan dirasakan orang Keluarga korban penganiayaan di Kota Bima Provinsi NTB.

Melalui kuasa hukumnya Dedy Susanto,SH merasa heran dengan tindakan Kapolres Bima Kota yang memberikan penangguhan penahanan terhadap tersangka pengeroyokan yang terjadi gedung footsal ulet Jaya, kelurahan dara kecamatan rasa Na,e  Barat kota bima beberapa bulan yang lalu. 

"Para pelaku yang sudah menjadi tersangka akhirnya ditangguhkan/dialihkan Penahanannya Oleh Kapolres Bima,"kata Dedy Susanto yang merupakan advokat dan Konsultan Hukum yang beralamat di Jalan Beringin No.44 B.Rt 001 RW 001. Kelurahan Tanjung, Kecamatan Rasanae Barat. kota Bima. Kamis (4/4/2024).

Menurutnya, hal seperti ini memang benar merupakan kewenangan Penyidik dan aparatur Penegak Hukum dalam setiap tingkatan, namun kejadian Penangguhan tersebut, merupakan hal yang tidak pada biasanya.

"Perkara tersebut diterapkan pasal 170 KUHP dengan ancaman pidananya diatas 5 tahun dalam Penetapan tersangkanya,"sebutnya.

Penerapan hukum Polres Bima Kota , Dedy Susanto mengingatkannya dengan sebuah ungkapan yang dilontarkan oleh ketua lembaga bantuan hukum philipina "Engkau telah menunjukan langit kepadaku tapi apalah artinya cakrawala bagi kami yang hanyalah masyarakat kecil yang berjalan terseok seok".

"Ungkapan tersebut merupakan ekspresi masyarakat miskin yang tidak berdaya ketika berhadapan dengan aparat penegak hukum yang selalu mempertontonkan tindakan sewenang wenang dan berlaku diskriminasi dalam menegakkan hukum,"terangnya.

Bahwa ungkapan perasaan itu sama dengan ungkapan yang sedang dihadapi oleh klien kami bernama muhamad robhan yang telah dikeroyok oleh sejumlah orang yang nota bene pengeroyok ini adalah anak anak dari kalangan kaum borjuasi (anak orang kaya), sekitar tanggal 2 bulan 4 tahun 2024 ke empat tersangka keluar dari tahanan dan menghirup udara bebas hanya karena permintaan penangguhan penahanan dikabulkan oleh bapak kapolres bima kota.

"Pemberian penangguhan penahanan yang diberikan oleh bapak kapolres akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di kota bima karena sepengetahuan saya baru kali ini pasal 170 KUHP dikabulkan permintaan penangguhan tersebut,"ujarnya.

Sehingga, sambung Dedy, saya sebagai penasehat hukum dari korban sangat kaget dan kecewa atas dikabulkan permintaan tersebut dan bertanya tanya baik ke kanit penyidik di polsek rasbar maupun kepada pemilik otoritas yang berkaitan dengan perkara tersebut  tentang apa yang menjadi dasar pertimbangan bapak kapolres bima kota memberikan penangguhan penahanan tersebut. 

"Namun tidak bisa dijawab oleh pihak yang berwajib. Bagi saya jika bapak kapolres bima kota berlaku tidak adil dalam penanganan perkara ini sehingga dapat menimbulkan terganggunya Kamtibmas, maka kami minta selaku penasehat hukum yang mewakili korban dan keluarga korban agar bapak kapolres segera melakukan evaluasi atas keputusan yang telah diambil tersebut atau kami akan meminta pencopotan bapak sebagai kapolres bima kota,"tegasnya.

Terpisah, Kapolres Bima Kota yang dihubungi media ini enggang memberikan komentar hingga berita ini dimuat.