Incinews.net
Kamis, 21 Juli 2022, 22.36 WIB
Last Updated 2022-07-28T18:52:20Z
DPRMataramNTB

Anggota DPRD NTB Dipanggil Kejaksaan, Ketua Komisi I Angkat Bicara

Foto: Ketua Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD NTB, Syirajuddin, SH.

insan cita (InciNews.net) Mataram -  Pemanggilan TGH Najamuddin Moestofa, oleh Adpisus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (Kejati NTB) kaitan klarifikasi dugaan Mahar Politik dilakukan oleh Dr Zulkieflimansyah diberikan kepada petinggi salah Partai bermaksud mendapatkan rekomendasi syarat pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode 2018-2024 berbuntut panjang.


Ketua Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD NTB, Syirajuddin, menyesalkan sikap Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang melakukan pemanggilan anggota Komisi I DPRD NTB, TGH Najamuddin Moestafa, tanpa disertai dengan penerbitan dokumen pemanggilan yang resmi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada.


“Najamuddin Moestafa ini anggota Komisi I DPRD NTB yang melekat status sebagai pejabat negara. Kemudian yang memanggil ini adalah instrumen negara atau Aparat Penegak Hukum (APH) yakni Kejaksaan Tinggi (Kejati). Tentu dalam hal ini harus dipanggil dengan dokumen negara. Kalau konteks pemanggilannya seperti itu, maka pemanggilannya itu bersifat secara personal,” kata Syirajuddin, SH


Sebagai Ketua Komisi I, Syirajuddin menilai konteks pemanggilan TGH Najamuddin oleh Kejati NTB tanpa disertai dengan dokumen pemanggilan resmi, terkesan lucu dan dirinya pun mempertanyakan cara kerja Kejati NTB.


“Kami dari Komisi I menganggap pemanggilan tersebut terkesan lucu. Kok bisa instrumen negara memanggil pejabat negara tanpa menggunakan dokumen yang jelas?. Bagaimana kita bisa harapkan dapat menegakkan supremasi hukum kalau konteks pemanggilannya dengan cara dan model seperti itu. Kalau memang menganggap bahwa permasalahan itu serius, yah tolong dipanggil dengan menggunakan metode sebagaimana yang seharusnya diatur dalam peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.


Menurut Syirajuddin, jika memang yang dipersoalkan itu ada dugaan masuk ranah pidana maupun perdata, mestinya Kejaksaan melakukan investigasi sebagaimana seharusnya kepada para pihak yang diduga terlibat didalamnya.


Karena pemanggilan tersebut tanpa disertai dengan panggilan resmi maka sifatnya juga menjadi tidak resmi atau hanya bersifat seperti obrolan biasa saja,” tegas Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.


Syirajuddin menjelaskan, dalam pemanggilan pejabat negara seperti anggota DPRD NTB, pihak Kejati terlebih dahulu harus mengantongi izin dari Mendagri sesuai dengan peraturan yang ada.


“Dalam pemanggilan pejabat negara seperti anggota DPRD NTB, juga jelas harus mendapatkan izin dari orang yang memberikan SK kepada dirinya dalam hal ini Mendagri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Terkecuali dalam hal tertentu seperti tertangkap tangan dalam kasus penyuapan, narkoba dan lain sebagainya,” tegasnya.


Syirajuddin menyayangkan sikap Kejati terlalu cepat merespon permasalahan tersebut tanpa melakukan investigasi terlebih dahulu tentang validnya informasi yang telah menyebar secara luas ke publik.


“Inikan baru sebatas prasangka adanya dugaan gratifikasi, ada yang menyatakan ini utang piutang atau pinjam meminjam. Mestinya dalam merespon hal ini, Kejati harus melakukan langkah investigasi terlebih dahulu terkait dengan kevalidan isu yang berkembang ini. Tidak secara serta merta begitu isu ini digelindingkan langsung memanggil pihak terkait. Soal pemanggilan para pihak itu adalah proses lanjutan setelah mereka melakukan investigasi awal terlebih dahulu dan menyatakan masalah tersebut memenuhi unsur untuk disikapi lebih lanjut,” terangnya.


Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD NTB, H Abdul Hafid, berharap agar penanganan permasalahan tersebut tidak menimbulkan bias pada terjadinya kegaduhan daerah.


“Sebab ini permasalahan personal antar orang per orang yang kebetulan berada di lembaga legislatif dan di lembaga eksekutif. Saya berharap jangan sampai menimbulkan bias yang akhirnya berdampak pada munculnya kegaduhan pada daerah kita baik secara sosiologis maupun secara politik,” harap politisi senior Partai Golkar ini.


Agar tidak menimbulkan kegaduhan secara sosiologis dan secara politik, pihaknya menyarankan agar APH dapat menerapkan aturan main dan aturan hukum yang ada itu secara kongkrit.


“Rule of Law dan Rule of The Game nya harus diterapkan dengan benar. Ingat sebentar lagi kita semua akan menghadapi tahun-tahun politik. Maka jangan sampai karena tidak menerapkan rule of the law dan rule of the gamenya secara benar maka permasalahan ini menjadi bias dan berdampak pada munculnya kegaduhan di daerah ini,” pungkasnya.