Incinews.net
Selasa, 10 September 2019, 15.13 WIB
Last Updated 2019-09-10T07:13:03Z
HeadlineHukum

Pengiriman Mahasiswa ke Korea Selatan Cacat Prosedur


Mataram, incinews.net– Rencana Provinsi NTB yang membangun kerjasama dengan University of Chodang, Korea Selatan tahun 2019 ini harus disambut positif. Rencana ini adalah rencana mulia, sangat baik, dan patut didukung sepenuhnya oleh setiap pihak. Karena itulah berbagai dinamika, opini dan kekisruhan yang terjadi di ruang publik harus ditemukan jalan keluar penyelesaiannya.

Menindaklanjuti keluhan sejumlah warga masyarakat kepada Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTB, serta dinamika, polemik yang terus berkembang di tengah masyarakat maka Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTB memutuskan melakukan investigasi dan telaah terhadap polemik pengiriman mahasiswa asal NTB ke Universitas Chodang, Korea Selatan. Investigasi dilakukan selama Agustus 2019 hingga minggu pertama September 2019.

Adapun hasil investigasinya, Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Adhar Hakim, SH., MH menjelaskan, Pelaksanaan pengiriman peserta program pendidikan lanjutan tenaga kesehatan dari jenjang D3 ke S1 ke Universitas Chodang diikuti 18 calon mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di NTB. Pengiriman calon mahasiswa ini direncanakan untuk mengikuti pendidikan medical management yang sebenarnya proses perkuliahannya baru akan dimulai pada September 2019. "Program pengiriman calon mahasiswa ke Universitas Chodang, Korea Selatan yang terletak di Muan, Jeolla Selatan, baru berdasarkan Letter of Intent (LoI) antara Gubernur NTB dan President Univesrsity of Chodang yang ditandatangani di Mataram, 29 Januari 2019," ungkap Adhar Hakim, SH., MH, senin (9/9/2019)

Namun faktanya, sambung ia, meskipun belum terbit Perjanjian Kerjasama, 18 calon mahasiswa ini justru telah diberangkatkan ke Korea Selatan pada Maret 2019. "Padahal dalam skema jadwal kuliah, perkuliahan baru akan dimulai pada September 2019," sebutnya.

Pemberangkatan lebih awal dimaksud bertujuan memberikan kesempatan kepada para calon mahasiswa untuk memperdalam bahasa Korea. "Selisih waktu antara Maret hingga September inilah yang kemudian memunculkan persoalan awal yakni keresahan dan persoalan pertanyaan tentang kepastian jaminan keberlangsungan proses persiapan kuliah," paparannya.

Apalagi, menurut Adhar Hakim, beberapa calon mahasiswa mulai merasakan adanya perbedaan antara fakta dan janji dalam proses persiapan kuliah hingga perkuliahan. "Dari sinilah polemik dan kesimpangsiuran opini serta informasi di media massa berkembang,"ucapanya.

Selain itu, sambungnya, sesuai ketentuan bentuk-bentuk hubungan kerja sama antara pemerintah daerah dengan pemerintah luar negeri ataupun lembaga luar negeri harus tunduk pada ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, serta UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 (mulai Pasal 363 hingga Pasal 367 dan dipertegas dalam turunannya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah mulai Pasal 23 hingga Pasal 39) antara lain mewajibkan kegiatan perjanjian kerjasama dengan lembaga luar negeri harus dimulai dengan adanya persetujuan DPRD yang diikuti adanya naskah kerjasama yang diketahui pemerintah pusat melalui kementerian "terkait yang akan memverifikasi dan memberikan pertimbangan tertulis kepada pemerintah daerah hingga pada akhirnya menyetujui menjadi sebuah materi kerjasama,"papar pria yang akrab disebut bang Adhar

Sebenarnya, lanjut ia, Provinsi NTB telah memulai proses sesuai mekanisme yang diatur peraturan dan perundang-undangan tersebut. Setelah penandatanganan LoI antara Gubernur NTB dan President of Chodang University, Gubernur NTB pada tanggal 19 Februari 2019 mengirimkan Permohonan Persetujuan Rencana Kerjasama ini ke DPRD NTB. Kemudian pada tanggal 22 April 2019 Sekretaris Daerah Pemprov NTB, mengirimkan Permohonan Persetujuan Kerjasama ke Mendagri cq Kepala Pusat Fasilitas Kerjasama Setjen Kementerian Dalam Negeri. Permohonan ini dilegkapi dengan lembar Rencana Kerjasama. "Namun demikian sampai pada saat 18 calon mahasiswa diberangkatkan pada Maret 2019, proses perolehan persetujuan pemerintah terhadap permohonan Kerjasama belum selesai, yang berarti belum terbitnya Perjanjian Kerjasama,"katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, Dalam lembar Rencana Kerjasama disebutkan antara lain maksud kerjasama adalah menyelenggarakan program kerjasama pendidikan lanjutan tenaga kesehatan dari jenjang D3 ke S1 di Universitas Chodang, Korea Selatan. Sumber pembiayaan dari ; Corporate Social Responsibility (CSR), APBD, biaya mandiri dan sumber-sumber pembiayaan sah lainnya. Dalam lembar Rencana Kerjasama juga disebutkan bahwa estimasi pembiayaan pelaksanaan program ini sekittar Rp 85.000.000 per orang yang rincian peruntukannya adalah ; untuk pembuatan visa, kursus bahasa Korea, Tiket pulang dan pergi, asrama, biaya makan dan minum (catering) dan SPP 2 semester.

Makan, menurut ia, Ombudsman RI Perwakilan NTB melihat proses pemberangkatan para calon mahasiswa ke Universitas Chodang yang tanpa melalui Perjanjian Kerjasama dan tanpa dilengkapi Standar Operasional Prosedur (SOP) yang clear adalah bentuk keputusan pemerintah yang tidak didasari asas kehati-hatian sesuai yang dipersyaratakan dalam Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dan berpotensi terjadinya perbuatan maladministrasi berupa Penyimpangan Prosedur. "Sikap pelaksanaan program terkesan sangat terburu-buru dapat menyebabkan permasalahan baik secara administrasi pemerintahan maupun persoalan-persoalan teknis lainnya, bahkan persoalan hukum terkait perlindungan WNI di luar negeri,"terangnya.

Labih jauh Adhar, mengatakan, Skema program yang akan dilaksanakan dengan program belajar yang didahului proses kursus bahasa Korea (dalam rentang waktu Maret hingga September 2019) sambil mencari kesempatan magang berkerja adalah bentuk pelaksanaan program yang rawan terjadinya persoalan tekhnis dan pelanggaran hukum. "Mengingat peraturan tentang kerja part time hanya boleh dilakukan mahasiswa luar negeri di Korea Selatan jika telah melalui masa tinggal enam (6) bulan,"Jelasnya.

Iyapun menambahkan, apalagi skema pembiayaan campuran antara CSR dan sumber mandiri yang tidak disusun secara cermat dan sesuai nomenklatur pembiayaan yang baik serta tidak berdasarkan ukuran kebutuhan sesuai agenda program pendidikan dapat berakibat permasalahan keberlanjutan pembiayaan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan.

Maka, Ombudsman RI Perwakilan NTB menghimbau Pemerintah Provinsi NTB untuk:

1. Lebih berhati-hati dan pruden dalam menyelenggarakan program beasiswa ke luar negeri sesuai ketentuan Kersama Daerah dan kerjasama dengan pemerintahan luar negeri maupun lembaga luar negeri seperti yang diatur dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 23 Tahun 2014 (serta PP Nomor 28 Tahun 2018).
2. Partisipasi public dalam pelaksanaan program bea siswa bagi masyarakat harus didasari oleh Standar Pelayanan Publik dan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar memenuhi unsur-unsur partisipatif, transparan dan akuntabel.
3. Lebih pruden dan berhati-hati dalam mengelola dana CSR agar tetap sesuai dengan mekanisme pengelolaan dana CSR seperti yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.(inc)