Incinews.net
Rabu, 29 Mei 2019, 11.29 WIB
Last Updated 2019-05-29T03:29:06Z
HeadlineHukum

OTT KPK Pejabat Imigrasi Mataram Soal Izin Tinggal Turis Rp 1,2 M dan 3 Orang Ditetapkan Tersangka


Mataram, incinews.Net-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia (RI) menangkap pejabat Kepala Kantor Imigrasi Mataram kelas I Kurniadie, NTB, terkait dugaan suap pengurusan izin tinggal turis di NTB mencapai Rp 1,2 miliar.

"Diduga nilai suap terkait perkara izin tinggal turis di NTB tersebut lebih dari Rp 1 miliar," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (28/5/2019).dilansir sejumlah media nasional.

Sekitar 8 orang yang ditangkap dalam OTT KPK di NTB. Mereka terdiri atas pejabat dan penyidik Imigrasi serta pihak swasta Kepala imigrasi, kepala intel imigrasi, penyidik/staff, lawyer, owner hotel

"siang tadi sudah dibawa pihak-pihak terkait dan dimintai keterangan," sambung Febri.

OTT di NTB dilakukan tim KPK sejak Senin (28/5). OTT KPK berawal dari informasi masyarakat soal dugaan setoran izin tinggal WNA ke pejabat Imigrasi.

"Diamankan uang ratusan juta yang diduga merupakan barang bukti suap untuk mengurus perkara di imigrasi tersebut," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif terpisah.

Sementara melalui jumpa pers di gedung KPK Jakarta, selasa (28/5/2019) malam tiga orang langsung ditetapkan sebagai tersangka. “yakni Kepala Imigrasi Kelas 1 Mataram inisial KN dan Kepala Seksi Inteldakim YF ditetapkan sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Selasa (28/05) malam ini.

Kronologisnya, untuk diketahui, KN dijemput di rumah dinasnya di jalan Majapahit Kota Mataram pukul 02.00 WITA dini hari tadi.

Sementara tersangka YF dijemput di salah satu hotel berbintang di Kota Mataram pada pukul 22.00 WITA bersama lima orang lainnya.

KPK saat ini sudah menyegel Rumdis KN dan dua ruangan di Kantor Imigrasi Kota Mataram pada pagi tadi.

orang yang ditangkap KPK dalam OTT tersebut yakni Direktur PT Wisata Bahagia (WB) Liliana Hidayat (LIL), General Manager Wyndham Sundancer Lombok Joko Haryono (JHA), Kakanim Klas I Mataram Kurniadie (KUR), dan staf Liliana bernama Wahyu (WYU).

Tiga orang lainnya yakni Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI) dan dua penyidik PNS, Bagus Wicaksono (BWI) serta Ayub Abdul Muqsith.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa, selain itu menyatakan, setelah KPK melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara maka disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi.

"Memberikan atau menerima hadiah atau janji terkait penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal di lingkungan Kantor lmigrasi Nusa Tenggara Barat Tahun 2019," ujar Alex.

KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni sebagai penerima Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram Kurniadie (KUR) dan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Klas I Mataram Yusriansyah Fazrin (YRI).

Sedangkan sebagai pemberi, yaitu Direkur PT Wisata Bahagia atau pengelola Wyndham Sundancer Lombok Liliana Hidayat (LIL).

Sebagai pihak yang diduga penerima, Kurniadie dan Yusriansyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Liliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa Penyidik PNS (PPNS) di Kantor Imigrasi Klas I Mataram mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal.

"Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa tetapi ternyata diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok. PPNS lmigrasi setempat menduga dua WNA ini melanggar Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian," ungkap Alex.

Merespons penangkapan tersebut, lanjut Alex, Liliana perwakilan Manajemen Wyndham Sundancer Lombok diduga mencoba mencari cara melakukan negosiasi dengan PPNS Kantor lmigrasi Klas I Mataram agar proses hukum dua WNA tersebut tidak berlanjut.

"Kantor Imigrasi Klas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019. YRI kemudian menghubungi LIL untuk mengambil SPDP tersebut," ujar Alex.

Permintaan pengambilan SPDP itu diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus. "LIL kemudian menawarkan uang sebesar Rp300 juta untuk menghentikan kasus tarsebut, namun YRI menolak karena jumlahnya sedikit. Dalam proses komunikasi terkait biaya mengurus perkara tersebut YIR berkoordinasi dengan atasannya KUR. Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara YRI dan LIL untuk kembali membahas negosiasi harga," tuturnya.

Dalam OTT itu, KPK mengungkap modus baru yang digunakan Yusriansyah, Liliana, dan Kurniadie dalam negosiasi uang suap, yaitu menuliskan tawaran Liliana di atas kertas dengan kode tertentu tanpa berbicara dan kemudian Yusriansyah melaporkan pada Kurniadie untuk mendapat arahan atau persetujuan.

"Akhirnya disepakati jummlah uang untuk mengurus perkara dua WNA tersebut adalah Rp1,2 miliar," ungkap Alex.(inc)