Incinews.net
Rabu, 12 November 2025, 20.40 WIB
Last Updated 2025-11-12T12:40:58Z
HeadlineHukumSosialTanah

Kakek 85 Tahun di Bima Mengaku Pernah Ditawari Rp40 Juta oleh Oknum Polisi dalam Perkara Pembatalan Sertifikat




Bima, Incinews.net — Kisah pilu datang dari seorang kakek berusia 85 tahun di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Ia mengaku pernah ditawari uang sebesar Rp40 juta oleh seorang oknum polisi agar bersedia meninggalkan tanah yang telah ia tempati selama puluhan tahun.


Kakek tersebut bernama Kaharudin Abubakar, warga Kabupaten Bima, yang saat ini tengah berjuang mempertahankan hak atas tanahnya di tengah proses panjang perkara pembatalan sertifikat hak milik.


“Saya pernah ditawari uang Rp40 juta oleh oknum polisi supaya keluar dari tanah itu. Tapi saya tolak, karena tanah itu memang milik saya, sudah bersertifikat sejak 2007,” ungkap Kaharudin kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).


Menurut penuturan Kaharudin, masalah bermula ketika pada tahun 2017 muncul sertifikat baru atas nama orang lain yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bima, padahal ia telah memegang sertifikat hak milik sah sejak tahun 2007.


Kasus tersebut kemudian berlanjut ke ranah hukum. Ironisnya, bukannya mendapatkan perlindungan, Kaharudin justru dilaporkan atas tuduhan menyerobot tanah dan sempat diperiksa oleh pihak kepolisian.


“Saya dilaporkan menyerobot tanah sendiri, padahal saya punya sertifikat resmi. Itu yang membuat saya sedih. Saya ini sudah tua, hanya ingin mempertahankan hak saya,” ujarnya lirih.


Selama proses hukum berjalan, Kaharudin mengatakan perkara tersebut telah melewati beberapa tahapan — mulai dari kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi, hingga Mahkamah Agung. Dari semua proses tersebut, ia hanya sempat menang di tingkat banding di Kejaksaan Tinggi NTB, sebelum akhirnya kalah di tingkat berikutnya.


Tidak menyerah, pada Senin (10/11/2025) lalu, Kaharudin bersama keluarga, perwakilan LSM, dan Kepala Desa setempat mendatangi kantor BPN Kabupaten Bima untuk meminta penjelasan resmi terkait terbitnya sertifikat baru di atas sertifikat lama yang sah.


Namun, hingga saat berita ini diterbitkan, BPN Kabupaten Bima belum memberikan keterangan resmi terkait alasan dan dasar hukum penerbitan sertifikat ganda tersebut.


“Kami hanya ingin tahu kenapa bisa ada dua sertifikat di atas lahan yang sama. Jangan sampai rakyat kecil seperti kami yang selalu jadi korban,” pungkas Kaharudin.


Kasus ini menambah panjang daftar sengketa tanah di Kabupaten Bima yang diduga sarat dengan praktik maladministrasi dan dugaan penyalahgunaan kewenangan di tingkat aparat maupun lembaga teknis.