Sumbawa Barat, Incinews, Net - Aksi damai yang digelar oleh Aliansi Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) di Pelabuhan Poto Tano, Kamis pagi (3/7/2025), menjadi cermin kedewasaan berdemokrasi dan profesionalisme aparat keamanan di Nusa Tenggara Barat. Tidak hanya berlangsung tertib dan tanpa insiden, aksi tersebut juga mendapat pengawalan simpatik dari jajaran kepolisian, khususnya Brimob Polda NTB dan Polres Sumbawa Barat, yang hadir tanpa senjata api, mengedepankan pendekatan humanis dan persuasif.
Sejak pagi hari, suasana Pelabuhan Poto Tano terlihat lebih padat dari biasanya. Namun bukan karena lonjakan penumpang atau peningkatan aktivitas logistik, melainkan karena hadirnya ratusan massa aksi PPS yang menyuarakan aspirasi pemekaran wilayah Pulau Sumbawa menjadi provinsi tersendiri. Di tengah-tengah keramaian tersebut, hadir pula barisan aparat keamanan yang berdiri bukan sebagai tameng represif, melainkan sebagai penjaga ruang demokrasi.
Sebanyak dua Satuan Setingkat Kompi (SSK) dari Satuan Brimob Polda NTB dikerahkan ke lokasi untuk memperkuat pengamanan wilayah hukum Polres Sumbawa Barat, sesuai Surat Perintah Kapolda NTB Nomor: Sprin/910/VII/Pam.3.3/2025. Namun yang menarik, seluruh personel diminta untuk tidak membawa senjata api selama bertugas. Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa pendekatan yang dipilih adalah dialogis, bukan koersif.
“Senjata kami gudangkan, karena yang kami hadapi adalah masyarakat kami sendiri yang menyuarakan aspirasi,” tegas Wadanyon B Pelopor Satbrimob Polda NTB dalam arahannya saat apel gabungan di halaman pelabuhan pukul 08.45 Wita.
Penekanan pada etika kepolisian dan pendekatan humanis juga menjadi arahan utama pimpinan apel. Personel yang tergabung dalam pengamanan diminta untuk menjaga sikap, merespons secara terukur, dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi serta hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat di ruang publik.
Mulai pukul 11.30 Wita, seluruh personel bersiaga di berbagai titik strategis area pelabuhan. Seiring aksi berlangsung, koordinasi antara peserta aksi dan aparat terjalin erat. Tidak ada tindakan anarkis, tidak pula intimidasi. Massa berjalan tertib, menyampaikan orasi, sementara aparat fokus mengamankan jalur lalu lintas dan menjamin kenyamanan semua pihak.
Kepala Bidang Humas Polda NTB, Kombes Pol. Mohammad Kholid, S.IK., M.M., menegaskan bahwa kehadiran Polri dalam aksi ini bukan dalam kapasitas represif, melainkan sebagai penjamin keamanan dan pelindung hak-hak demokratis warga.
“Polri hadir bukan untuk menakut-nakuti, tapi memastikan aspirasi masyarakat tersalurkan dengan aman. Polri di NTB berkomitmen mengedepankan pendekatan persuasif, bukan represif,” tegasnya kepada media.
Ia juga mengapresiasi tingginya kesadaran hukum dari massa aksi serta sinergi positif yang terjalin antara pihak keamanan dan masyarakat.
“Ini adalah wajah demokrasi yang ideal. Masyarakat menyampaikan pendapat dengan tertib, dan aparat mengawal dengan empati. Ini yang kita harapkan dalam setiap dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara,” imbuhnya.
Aksi damai PPS di Poto Tano menjadi momentum penting dalam perjalanan aspirasi pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa. Tidak hanya membawa tuntutan politik administratif, tetapi juga menunjukkan bahwa proses menyampaikan pendapat tidak harus berbenturan dengan keamanan. Justru sebaliknya, saat ruang aspirasi dijaga dan dihormati, maka hasilnya adalah kolaborasi yang bermartabat.
Peran aktif Brimob dan jajaran Polres Sumbawa Barat yang memilih untuk tampil humanis dalam menjaga jalannya aksi menjadi sorotan publik. Di tengah dinamika nasional yang kerap menyisakan luka saat unjuk rasa, Poto Tano menghadirkan narasi yang berbeda: bahwa pengamanan bukan soal kekuatan, tapi soal kepercayaan.
Ke depan, pola pengamanan seperti ini patut dijadikan acuan oleh seluruh jajaran kepolisian dalam mengawal kegiatan serupa di daerah lain. Penguatan sinergi masyarakat dan aparat adalah modal utama untuk menjaga stabilitas dan membangun daerah yang demokratis, aman, dan berkeadaban.