Bima, NTB , Incinews,Net- Warga Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, kembali turun tangan menambal jalan provinsi yang rusak parah, Jumat (27/6/2025). Mereka bahu membahu melakukan gotong royong di tikungan tajam pasca-tanjakan Wadu Pa’a — sebuah titik rawan yang penuh lubang dan ancaman maut. Sementara itu, pemerintah daerah dan provinsi seolah menutup mata terhadap penderitaan rakyatnya.
"Kami patungan, galang dana sendiri, bahkan minta sumbangan dari pengendara motor dan mobil. Ini murni demi keselamatan bersama," ungkap Sukirman, salah satu pemuda yang memimpin aksi gotong royong tersebut.
Kondisi jalan yang rusak parah ini bukan cerita baru. Setiap tahun, selalu ada korban kecelakaan. Tapi hingga kini, pemerintah NTB belum juga melakukan tindakan nyata. Tak ada pengerjaan hotmix, tak ada perbaikan signifikan — hanya janji politik saat musim kampanye datang.
Akses Terbatas, Warga Terluka Dua Kali
Bukan hanya soal kecelakaan. Kerusakan jalan ini juga menyulitkan petani mengangkut hasil panen seperti jagung dan bawang merah. Bahkan ambulans yang membawa pasien dari desa menuju Puskesmas Soromandi atau rumah sakit di Kota Bima pun harus berjibaku dengan jalan berlubang.
"Kami ini seperti warga kelas dua. Infrastruktur kami rusak, tapi suara kami masih terus diminta saat pemilu," keluh Sukirman geram.
Masyarakat Bertindak, Pemerintah Hilang Arah
Ian, seorang pengguna jalan asal Kota Bima, menyambut baik inisiatif warga. Tapi ia juga tak bisa menahan kritik terhadap pemerintah.
“Kalau bukan warga yang gotong royong, siapa lagi? Pemerintah NTB seperti tidak punya mata. Masa infrastruktur provinsi ditambal warga pakai uang receh hasil sumbangan?” ucap Ian, penjual telur keliling yang rutin melintas jalan itu.
Ayu, pengendara sepeda motor asal Jawa yang kini tinggal di Desa Sampungu, bahkan menyentil langsung para pejabat.
“Pejabat di NTB ini ke mana saja? Jangan cuma datang pas cari suara. Begitu terpilih, mereka menghilang bersama janji-janjinya,” ucap Ayu penuh emosi.
Soromandi Menunggu — Sampai Kapan?
Soromandi adalah bagian dari wilayah strategis NTB, namun selama puluhan tahun hanya dijadikan komoditas politik. Pembangunan tidak merata, dan wilayah-wilayah seperti ini hanya diingat saat pilkada tiba. (Team)
Warga kini hanya berharap, suara gotong royong dan keluh kesah mereka bisa menggugah nurani pejabat di Mataram — atau di Jakarta.
“Kami sudah muak. Kalau pemerintah tidak mau turun tangan, setidaknya jangan halangi kami yang ingin menyelamatkan diri sendiri. Tapi lebih baik lagi, tunjukkan bahwa pemerintah masih ada untuk rakyatnya,” pungkas Sukirman.