Mataram, Incinews,Net- Pertarungan sengit antara kepentingan publik dan mental birokrasi tertutup memasuki babak baru. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Selong melanjutkan sidang pembuktian sengketa informasi publik melawan Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Timur di hadapan Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Barat, dalam perkara bernomor 062/KINTB/PSI-C/VI/2025.
Inti sengketa: permintaan dokumen By Name By Address (BNBA) penerima bantuan Mesin Rajang Tembakau Tahun Anggaran 2024—dokumen resmi yang menggunakan anggaran negara, namun ditutup-tutupi oleh instansi terkait.
HMI menuding Dinas Pertanian Lotim telah melawan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dengan menolak secara sepihak memberikan informasi yang seharusnya menjadi hak masyarakat, khususnya para petani tembakau.
Dalam persidangan yang digelar di Ruang Sidang Komisi Informasi NTB, Ketua Umum HMI Cabang Selong, Muhammad Junaidi, menegaskan bahwa dalih keamanan data pribadi tidak bisa dijadikan tameng untuk menyembunyikan fakta penggunaan dana publik.
"Dalih yang disampaikan pihak Dinas hanyalah bentuk pengelakan. Jika benar ada penyalahgunaan, maka solusi bukan menutupi informasi, tetapi membuka semuanya demi transparansi dan akuntabilitas," tegas Junaidi. Pada siaran persnya Kamis 19 Juni 2025.
Pihak Dinas, melalui perwakilan Kabid Perkebunan, berdalih bahwa dokumen BNBA memuat NIK warga yang dinilai sebagai informasi yang dikecualikan. Mereka juga mengklaim pernah terjadi penipuan oleh oknum tak bertanggung jawab yang mengaku sebagai perwakilan dinas.
Namun HMI balik menyerang. Menurut mereka, dalih tersebut justru menguatkan urgensi keterbukaan informasi. Bahkan HMI menduga Dinas Pertanian tidak pernah melakukan Uji Konsekuensi secara sah sebagaimana diamanatkan Pasal 19 UU KIP. Sebuah tindakan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran administratif serius.
“Jika informasi publik diperlakukan seperti rahasia negara, maka jangan salahkan jika kepercayaan publik terhadap birokrasi kian runtuh. Kita bicara soal hak konstitusional warga negara atas informasi,” kata Junaidi.
Tak hanya mengusung argumen hukum positif, HMI juga membawa pendekatan moral dan etik Islam dalam pembuktian. Mengutip Surah Al-Baqarah ayat 229 dan hadis Nabi SAW tentang pentingnya menjalankan urusan publik dengan cara yang ma’ruf, HMI menegaskan bahwa menutup-nutupi informasi publik adalah bentuk dzalim terhadap umat.
Momentum Demokrasi dan Perlawanan Sipil
Kasus ini bukan hanya tentang dokumen, tapi simbol dari pertarungan nilai: antara mentalitas birokrasi tertutup dan cita-cita keterbukaan informasi sebagai pilar utama demokrasi.
HMI menyerukan kepada masyarakat sipil, media, serta organisasi pemuda untuk ikut mengawal proses ini. Jika publik diam, maka praktik ketertutupan akan terus tumbuh subur, mematikan partisipasi dan mencederai keadilan sosial.
“Ini bukan sekadar permintaan dokumen. Ini adalah ujian bagi komitmen kita semua terhadap demokrasi, keadilan, dan keberpihakan pada rakyat kecil,” pungkas Junaidi.
Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat! Transparansi adalah Nafas Demokrasi.