Incinews.net
Selasa, 08 Agustus 2023, 01.47 WIB
Last Updated 2023-08-30T04:05:50Z
EkonomiHukrimJakartaNTBNTBgemilangPemerintahanPertanian

Alih Fungsi Lahan di NTB Makin Parah, Kementan Minta Pelaku Dilaporkan Ke Polisi

Foto: Karo Humas dan Informasi Publik Sekretariat Jenderal Kementan Kuntoro Boga Andri dengan Didampingi Stafnya Bang Abi saat berdiskusi dengan Dinas Pertanian Provinsi NTB dan media dari Mataram di Gedung Kementan.


INSAN CITA (inciNews.net) JAKARTA -

Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyampaikan sejumlah persoalan diataranya soal alih fungsi lahan, dan juga mengenai regulasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) saat melakukan kunjungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Senin (7/8/202)

Sekretaris Distanbun NTB Ni Nyoman Darmilaswati menyampaikan tiga kabupaten di NTB sebelumnya sempat dianggarkan untuk pembuatan SK Bupati terkait Perda LP2B. 

"Hanya saja, anggaran dimaksud ditarik kembali oleh pusat. Padahal, menurut dia, dengan penerapan LP2B ini, lahan produktif di NTB dapat dipertahankan,"ungkapnya.

Oleh karena itu, Sambung, Ni Nyoman Darmilaswati, pihaknya sangat berharap agar anggaran yang ditarik tersebut dapat salurkan kembali oleh pemerintah pusat. 

“Jadi kami berharap agar anggaran tersebut dapat diberikan kembali. Karena LP2B ini sangat penting untuk mencegah ahli fungsi lahan,” kata Sekretaris Distanbun NTB ini.

Diakuinya, bahwa dalam hal ini kebijakan memang harus dengan SK Bupati untuk menetapkan Perda LP2B. 

"Maka dibutuhkan peran penting dari setiap Bupati dalam ketegasan melaksanakan Regulasi LP2B,"terangnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Fathul Gani pernah angkat bicara soal alih fungsi lahan yang semakin parah. Pihaknya menyampaikan, Luas lahan pertanian di Provinsi NTB terus berkurang. Penyusutannya bahkan mencapai hingga 10 ribu hektare (Ha) tiap tahunnya. 

”Rentang waktu 2021 ke 2022 turun 10 hektare, ini data yang sudah terupdate dan estimasinya tiap tahun begitu,” katanya. (29/5/2023) di Mataram.

Berkurangnya luasan lahan pertanian disebabkan alih fungsi lahan. Jika dibiarkan, berpotensi mengancam status Provinsi NTB sebagai lumbung pangan di Indonesia. Lebih buruknya lagi, bisa mengakibatkan krisis pangan bagi masyarakat.

Fathul mengatakan, alih fungsi lahan pertanian sebenarnya bisa disiasati. Salah satunya melalui cetak lahan baru. Hanya saja, program tersebut tidak serta merta bisa langsung dilakukan pemerintah daerah. ”itu sangat tergantung pada proses pendanaan,” ujarnya.

Selain cetak lahan baru, pemerintah mengupayakan intensifikasi pertanian. Meningkatkan masa tanam, dari yang satu kali menjadi dua kali atau dua kali menjadi tiga kali, sehingga produksi pertanian tetap terjaga.

Pemprov NTB sebenarnya telah mengupayakan agar lahan pertanian tidak semakin tergerus. Salah satunya melalui regulasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), yang tertuang dalam Perda Nomor 10 Tahun 2017. Dari data yang ada di tahun 2022, luas lahan pertanian di Provinsi NTB mencapai 266.478 ha.

Hanya saja, perda ini tidak benar-benar menjadi tameng dari penyusutan lahan pertanian. Fathul berkilah lahan pertanian berada di wilayah kabupaten/kota. Ini yang membuat meski sudah ada aturan, alih fungsi lahan pertanian terus terjadi di kabupaten/kota.

”Harapan kami ke kepala daerah, mari dijaga betul-betul. Paling tidak bisa menahan laju alih fungsi lahan. Jika pun terpaksa, harus ada gantinya,” harap Fathul.

Fathul sendiri tak menyebut wilayah mana yang paling tinggi terjadi alih fungsi lahan. Ia hanya menyebut dibandingkan Pulau Sumbawa, Pulau Lombok yang paling masif mengalami penyusutan lahan pertanian.

"Paling tidak untuk penyusutan lahan, konsistensi kami sebagai pemerintah, aturan itu dipegang sambil meningkatkan intensifikasi pertanian,” tandasnya.

Untuk Pulau Lombok, Kota Mataram merupakan salah satu wilayah yang mengalami alif fungsi lahan pertanian. Disebabkan gerak pembangunan yang cukup masif.

Pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN mengatensi soal penyusutan lahan pertanian. Mengeluarkan kebijakan, menyatakan lahan sawah yang tidak dibangun dalam jangka waktu tiga tahun, maka masuk sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

Hampir sama dengan LP2B dan KP2B, LSD merupakan program prioritas kerja KementerianATR/BPN untuk mendorong keamanan pangan secara nasional.

Amanat tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.

Menanggapi hal itu, Kementerian Pertanian RI melalui Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga Andri menyampaikan, pihaknya terus mendorong Kabupaten/Kota dalam menerapkan regulasi LP2B. 

Menurut dia, dari 514 Kabupaten dan Kota seluruh Indonesia, sebagian sudah mengeluarkan Perda LP2B. Selain itu, pihaknya juga menekankan kepada pimpinan daerah agar mengambil sikap tagas dan tidak ragu lagi 

"Harus mengambil sikap tegas jika ada yang melanggar aturan tersebut. Baik pelanggaran yang dilakukan secara individu maupun oleh korporasi. Kami juga mendorong diterapkan aturan itu. Jadi kalau ditemukan hal seperti itu bisa dilaporkan ke aparat penegak hukum. Kalau sudah keluar regulasinya, terus melanggar bisa dilaporkan,” katanya dengan tegas.