Incinews.net
Senin, 25 Juli 2022, 21.51 WIB
Last Updated 2022-07-28T18:47:01Z
DPRMataramNTB

Kawasan Industri Hasil Tembakau Dibangun, DPRD Dorong Berdiri Pabrik Rokok di NTB

Foto: Anggota Komisi V DPRD NTB, H Bukhori Muslim.

insan cita (InciNews.net) Mataram -  Mega proyek pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Paok Motong, Kecamatan Masbagik, Kabupaten Lombok Timur, NTB anggaran sebesar Rp27,8 miliar sedang tahap proses lelang di LPSE Pemprov NTB. Keberadaan KIHT ini nantinya diharapkan mampu menyerap produksi tembakau petani dan bisa menampung tenaga kerja lokal daerah. Hal ini disampaikan salah seorang Anggota Komisi V DPRD NTB, H Bukhori Muslim.


Politisi Partai NasDem ini akan mendorong pemerintah daerah, supaya melobi pemerintah pusat agar menekan para perusahaan rokok supaya membangun pabrik rokok di NTB.


“Keberadaan KIHT ini akan mampu meningkatkan fiskal kita. Apalagi ditambah ada pabrik rokok di daerah kita ini. Kita berharap mampu serap produksi tembakau dan menampung tenaga kerja,” ungkap Bukhori, Senin (25/7/ 2022).


Dikatakan Dewan Dapil Lotim ini, sesuai yang di amanatkan dalam Perda nomor 4 tahun 2006 tentang usaha budidaya dan kemitraan perkebunan tembakau Virginia di NTB yang sedang di rubah, perusahaan pabrik rokok, di atur mengenai penyerapan produksi tembakau petani dan harga.


“Selama ini yang mengcover tembakau petani, ada empat perusahaan seperti, Djarum, Bentoel, Soempurna. Namun, PT Sadana sudah tidak bergerak dibidang itu lagi. Kalau pun begitu, kita berharap dan mendorong pabrik rokok itu bisa dibangun di Lombok,” tegasnya.


Bukhori Muslim kembali membahas harga beli tembakau yang selama ini sempat menjadi persoalan di kalangan petani. Justru keberadaan Perda itu nanti akan di atur semuanya, begitu juga kaitan keterlibatan Dinas, stakeholder, pemerhati tembakau untuk bersama-sama memantau harga.


“Disini kita tidak bisa menekan satu pihak soal harga. Petani juga perlu di edukasi dan disosialisasikan dalam rangka tingkatkan pengetahuan tentang tembakau. Apa yang jadi masalah selama ini kaitan area dan bagaimana cara meningkatkan kualitas tembakau lebih baik lagi,” harapnya.


Yang jelas lanjut Bukhori, jika produksi tembakau petani itu sudah memenuhi syarat, maka tidak ada alasan perusahaan tersebut untuk tidak akomodir tembakau petani.


“Regulasi sudah ada, tinggal dikawal saja oleh semua elemen masyarakat yang ada,” tegasnya.


Bukhori juga sempat menyinggung adanya informasi bahwa, kalau KIHT itu sudah berdiri, konon akan dikelola pihak ketiga (swasta). Baginya, tidak jadi masalah selama memenuhi persyaratan dan tidak melanggar aturan.


Karena lanjutnya, sebelum dipercayakan ke pihak ketiga, setidaknya perlu dikaji Fisability Study (FS) kaitan kemanfaatan, karena keberadaan KIHT ini merupakan harapan perubahan masyarakat, sehingga perlu lakukan kajian baru lebih detail.


Terkait hal itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, H Fathul Gani menjelaskan, pembangunan KIHT itu saat ini masih tahap lelang. Kalau tidak salah, dalam minggu ini sudah bisa di umumkan pemenang tendernya.


“Yang jelas target sesuai penjelasan dari PPK bahwa awal atau paling lambat pertengahan Agustus. Jika proses lelang lancar, pekerjaan konstruksi bisa dimulai bulan Agustus,” tuturnya.


Fathul Gani memaparkan, KIHT ini rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 1,30 hektare, bersumber dari alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT), sebesar Rp27,8 Miliar. Lokasi lahan di Paok Motong, sebelumnya adalah milik Pemkab Lombok Timur yang sudah ditukarguling dengan lahan milik Pemprov NTB yang telah digunakan oleh Pemkab Lotim sebagai lokasi pasar.


Pembangunan KIHT sendiri rencananya akan dihelat selama lima bulan kedepannya setelah melalui proses tender. “Dari awal perencanaan hingga pelaksanaannya nanti, pembangunan KIHT ini akan didampingi Kejaksaan Tinggi (Kejati) bentuk pengawasan. KIHT ini sendiri akan diresmikan pada 17 Desember sebagai kado Hari Ulang Tahun NTB yang ke-64,” tutur Fathul.


Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan NTB ini menjelaskan dasar rencana pembangunan KIHT ini yakni adanya semangat industrialisasi yang digaungkan melalui program NTB Gemilang, juga didasari oleh adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang KIHT.


“Berdarkan hasil monitoring dan evaluasi (Monev) dari Bea Cukai tahun 2019, banyak sekali djumpai penjualan tembakau iris yang tidak menggunakan pita cukai. Dengan adanya KIHT ini, maka penggunaan pita cukai itu diharapkan dapat lebih meningkat sehingga akan berdampak pada peningkatan pendapatan Negara dari cukai tembakau serta dapat mengurangi penjualan tembakau iris tanpa pita cukai,” terang Fathul Gani.


Alasan lainnya, menurut Fathul Ghani, keberadaan KIHT ini juga dapat memberdayakan keberadaan para pengusaha kecil yang selama ini memproduksi rokok dalam skope industri rumahan.


Saat ini lanjutnya, jumlah industri rumahan tembakau di NTB sudah banyak. Rencananya sudah ada 16 kelompok home industry yang sudah siap untuk menjadi bagian dari KIHT. Pemerintah melalui OPD terkait nantinya akan memberikan pembinaan, pelatihan dan melakukan quality control terhadap hasil produksi mereka. KIHT ini tentunya akan menjadi tempat yang nyaman bagi mereka karena keberadaan mereka akan menjadi legal karena adanya tempat mereka untuk berusaha.


Selain itu juga akan memberikan kemudahan kepada mereka untuk mendapatkan pita cukai dari Bea Cukai yang berada dalam KIHT. Nantinya, kalau mereka sudah mampu atau mandiri, akan digulirkan lagi pada home industry lainnya.


Ditambahkan Kabid Perkebunan, H Amad Rifai. Provinsi NTB dikenal sebagai salah satu lumbung produksi tembakau. Dari dua jenis tembakau yakni tembakau rajang dan tembakau virginia. Jumlah produksi tembakau rajang itu dapat mencapai angka 17 ribu ton dari luasan areal yang mencapai 10 ribu Hektar.


“Sementara untuk produksi tembakau Virginia itu berkisar 35 ribu ton sampai dengan 40 ribu ton,” katanya.