Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB, akan klarifikasi Divre Bulog, Dinas Perdagangan dan Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat kaitan sebanyak 116 ribu ton beras mengendap di gudang Bulog, terancam rusak, nilainya mencapai Rp 926 Miliar.
Anggota Komisi II Bidang Perekonomian DPRD NTB, mengatakan, klarifikasi terhadap Divre Bulog, Dinas Perdagangan dan Dinas Sosial kaitan mencari solusi akan banyaknya stok beras tersebut.
“Kalau memang tidak bisa terjual di NTB, kenapa tidak di ekspor aja. Pasalnya tidak ada pasar disini, kan kita tahu NTB surplus beras, hitungan ekonomi kan nggak bermakna. Kita Komisi II akan undang mereka untuk klarifikasi pada Kamis mendatang,” ungkap Yongki.
Pihaknya menegaskan, klarifikasi terhadap Dinas Perdagangan kaitan seperti apa pasar yang dilakukan Dinas terkait. Sedangkan Dinas Sosial, tentu kaitan dengan beberapa program pemerintah pusat seperti BPNT yang menyediakan beras, telur, minyak dan buah.
“Kenapa tidak program BPNT itu menyerap beras yang ada supaya tidak menumpuk di Bulog, dikembalikan lagi ke masyarakat, dari pada datangkan beras dari luar daerah,” tegasnya.
Menurut Yongki, jika beras terus mengendap di Bulog, tentu berdampak terhadap petani. “Siapa yang akan beli beras petani ketika panen. Terlebih Bulog sudah tidak lagi di suport dari APBN, karena diminta Mandiri,” ujarnya.
Yang jelas lanjut Yongki jangan sampai menumpuknya beras yang tidak produktif ini kemudian dapat merugikan Bulog yang berdampak ke petani. “Dari pada mengendap, di eksport aja,” tutupnya
Sebelumnya, pemerintah berencana untuk mengekspor 200.000 ton beras ke sejumlah negara sahabat dalam rangka mengatasi krisis pangan dan energi akibat perang Rusia-Ukraina. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa ekspor beras didorong oleh permintaan negara sahabat.