Incinews.net
Rabu, 03 Juli 2019, 17.01 WIB
Last Updated 2019-07-03T09:01:49Z
HeadlineOpiniSejarah

Peristiwa 3 Juli "Kudeta Pertama"



Oleh : EDY SUPARJAN.,M.Pd

Opini-Tulisan ini merupakan konstruksi kembali peristiwa 3 Juli sebagai  bagian sejarah politik Indonesia yang sangat penting diulas kembali. Karena bagaimanapun juga Peristiwa 3 Juli merupakan Kudeta pertama dalam sejarah Republik.Tulisan ini ingin melihat bagaimana usaha-usaha Mayor Jenderal Sudarsono dalam melakukan Aksi, Mengapa Sutan Syahrir di Culik, Siapa yang memiliki inisiatif untuk melakukan penculikkan, bagaimana keterlibatan Panglima Sudirman serta apakah kaitan dengan Tokoh Persatuan Perjuangan Tan Malaka.

Pasca merdeka, Indoonesia yang baru .lahir sebagai Bayi mungil masih rentan dengan segala macam penyakit terutama godaan dari ambisi jabatan poltik. Ambisi politik ini mempengaruhi tarik ulur kepentingan politik kedua kubu antara yang pro Diplomasi seperti: Sukarnno, Hatta, Syahrir dan Amir. Sementara Kubu oposisi yang menolak Diplomasi menginginkan Merdeka 100% dan pelucutan senjata sekutu. diantara tokoh menolak diplomasi adalah Tan Malaka, M. Yamin, Ahmad Subardjo, Chaerul Saleh, Sukarni, Buntaran, Sayuti Melik, Iwa, Mayjen Sudarsono, Panglima Sudirman dan Mawardi.

Menurut Kelompok Persatuan Perjuangan, Pemerintahan Syahrir telah gagal menjalankan roda pemerintah, karena dianggapmenjual. Negara kepada pihak Belanda, cara-cara diplomasi bagi Tan Malaka dan kawan-kawan sangat merugikan Indonesia dan tidak menghargai perjuangan rakyat dan militer. Di sisi lain, antara Kabinet Syahrir dan Pangima Sudirman kurang sejalan, disebabkan Sudirman selaku panglima adalah bentukan Jepang yang Fasis sementara Syahrir tokoh anti Jepang. Perbedaan haluan politik ini, membuat Panglima Sudirman lebih condong ke Persatuan Perjuangan yang di pimpin Tan Malakadaripada pemerintah yang cenderung diplomasi. Sudirman mengadiri pertemuan Persatuan Perjuangan serta menyampaikan pidato yang terkenal, “lebih baik kita di Bom Atom daripada Merdeka kurang dari 100 persen”. Selain itu, menurut Abimanyu karena alasan dekat dengan Tan Malaka, Panglima memindahkan Markas Besarnya keSolo.

Selain itu, pemicu gerakan penculikan karena beberapa tokoh Persatuan Perjuangan di penjara oleh pemerintah, hal inilah membuat Mayjen Sudarsono geram dan menganggap perlu menangkap penghianat dengan tidak memandang pangkat dan Jabatan.

Hilangnya keperrcayaan rakyat kepada pemerintahan Syahrir karena adanya permintaan pemerintahan Republik kepada Belanda agar mengakui secara de facto Jawa dan Sumatera. Langkah ini sudah tentu merugikan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Langkah-langkah diplomasi yang digunakan pemerintah tidak pernah menguntungkan pihak republik dan anehnya justru pemerintah terus melakukannya.

Kekecewaan beberapa tokoh terhadap kebijakan Syahrir menimbulkan reaksi keras dari Mayor Jenderal Sudarsonomelakukan diskusi dengan tokoh-tokoh yang tergabung dalam Persatuan Perjuangan yang menginginkan Syahrir diturunkan dari Jabatannya selaku Perdana Menteri. Hal tersebut juga diperparah dengan isi pidato Hatta yang mengatakan  Pemerintah Belanda telah mengakui secara defacto Jawa daan Sumatera. Hal ini membuat suasana semakin panas, beberapa tokoh Persatuan Perjuangan melakukan pertemuan di rumah  Budiarto, hadir pada saat itu, M. Yamin, Buntaran, Chaerul Saleh, Mayjen Sudarsono dan A.K Yusuf. Namun, dalam pertemuan ini, tidak menghasilkan kesimpulan. 

Akhirnya, antara Mayjen Sudarsono dan A.K Yusuf mendiskusikan berdua dan menghasilkan inisiatif untuk melakukan penculikan terhadap Syahrir oleh A.K Yusuf berdasarkan instruksi Mayjen Sudarsono. Syahrir pun diculik pada tanggal 27 Juni 1946 bersama Mayjen Sudibjo dan Sumitro. Syahrir disekap selama 3 hari, baru lepas tanggal 1 Juli 1946. Masalah pertentangan ini belum selesai masih berlanjut sampai pada 3 Juli 1946. 

Menurut Mangil, “pemerintah sudah mendengar bahwa ada sekeloompok pasukan yang akan menyerbu Istana, pada saat itu sulit membedakan mana kawan dan mana lawan, pada pagi hari sekitar pukul 07.00 tanggal 3 Juli 1946 datang sekelompok orang menggunakan truk, merekadikenal tergabunng dalam kelompok Persatuan Perjuangan diantaranya; Chaerul Saleh, Muwardi, Abikusno, M. Yamin, Sukarni, Iwa Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo”. Tempo, (2017:99-100).

Sementara itu, Mayjen Sudarsono datang dengan menggunakan mobil .lain. kehadiran Sudarsono untuk menyerahkan Maklumat pemberhentian Syahrir dari Perdana Menteri serta susunan Kabinet baru yang berisi nama 10 orang yaitu; Abikusno, Budiarto, Buntaran, M. Yamin, Ahmad Subarjo, Chaerrul Saleh, Gatot Tarunamihardja, Sunario, Tan Malaka dan Wahid  Hasyim. Tempo, (2017:89)Pertemuan dilakukan setelah Amir dan Hatta tiba di Istana. Alasan, Mayjen Sudarsono kepada Presiden bahwa Maklumat yang ia bawa atas persetujuan Panglima Sudirman, namun hal tersebut, membuat Sukkarno dan Hatta tidak mudah percaya dan menanyakan kepada Jenderal Oerip, apakah benar  Maklumat tersebut disetujui oleh Sudirman, menurut Oerip tidak mungkin Jenderal Sudirman melakukan hal ini. 

Hatta, juga menanyakan kepada Sukiman selaku Dewan Penasehat Panglima, Sukiman pun mengatakan hal tersebut tidak diketahui oleh Sudirman. Akhirnya Manuver Mayjen Sudarsono tidak beralasan, hal ini membuat Sukarno sangat marah dan menginstruksikan Kepada overste Suharto agar menangkap Mayjen Sudarsono, namun hal itu ditolak oleh Pak Harto karena belum ada perintah dari Panglima Sudirman.

Akibat isi Maklumat dan pernyataan Mayjen Sudarsono tersebut Panglima Sudirman dituduh terlibat dalam kasus tersebut. Amir meneken  Surat panggilan yang ditujukan kepada Panglima agar bersedia hadir di Istana, kalau tidak setuju maka akan ditangkap. Rombongan pasukan Dahlan dari Brigade 29 disuruh balik ke Istana oleh Panglima Sudirman.ia akan bersedia menghadap jika Pasukan Senopati yang mengawalnya.

 Akhirnya pada sore hari Panglima bersedia hadir di Istana di sambut oleh Mangil dan beberapa tokoh lain. Dalam pertemuan tersebut, Panglima Sudirman dicerca berbagai pertanyaan oleh Syahrir, Abdull Madjid dan Amir mereka sangat mengingnkan bahwa Panglima Sudirman agar dilikuidasi, Ungkap Dayno tentara yang dekat dengan Syahrir. Dalam pengadilan militer Panglima Sudirman tidak terbukti terlibat. Sementara Mayjen Sudarsono dijatuhi hukuman 4 Tahun Penjara begitupun M. Yamin. Terakhir Panglima sudi meneken surat pemecatan Mayjen Sudarsono dari militer.

REFERENSI

1.    TEMPO. Soedirman, Seorang Panglima, Seorang Martir. Jakarta: KGP. 2017
2.    TEMPO. SYAHRIR, Peran Besar Bung Kecil. Jakarta: KGP. 2017
3.    Harry A. Poeze. Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008.