Oleh:
DM Pecinta Kopi
Opini-Genderang perang sudah
mulai di tabuhkan, kompilasi pasangan untuk mengikuti kontestasi Pilkada
Kabupaten Bima 2020 nanti, seperti jamur yang tumbuh subur di musim hujan. Itu pertanda
bahwa para peminat dan pengamat politik sudah mulai berakrobat memainkan
irama-irama politik dalam syair dan sajak yang berbeda-beda. Gagasan dan narasi
politik menjadi bagian terpenting sebagai arus utama didalam komunikasi politik
baik secara personifikasi maupun komunikasi publik. Gelagat Pilkada sebagai
edigium utama lokomutif Demokrasi ditingkat Daerah sudah barang tentu
memberikan pembelajaran tersendiri bagi proses politik yang ada, karena Proses
Pilkada tersebut sudah berjalan beberapa periode yang lalu. Ini memberikan
warna dan ciri khas tersendiri bagi keberlangsungan demokrasi di Kabupaten Bima
tahun 2020 yang akan datang.
Situasi politik kedepan
makin hari kian memanas, banyak putra dan putri terbaik kita yang akan
mengambil bagian sebagai salah satu kontestan guna mengabdikan dirinya untuk
Dou Labo Dana Mbojo, itu sebagai bukti bahwa keinginan mereka untuk memperbaiki
dan membangun kabupaten Bima menjadi lebih baik lagi dimasa-masa yang akan
datang. Kontestasi kali ini akan diwarnai oleh beragam profesii dan latar
belakang, ada dari kalangan politisi, Pengusaha sukses, Birokrasi dan
lain-lain.
Hal yang menarik
dipilkada kali ini adalah ketika terjadi wacana pasangan antara politisi muda
Bapak Mori Hanafi, SE.,M.Comm dengan Hj. Ferra Amelia, SE.,MM. Maka akan terjadi
bola api yang menggelinding di taman
istana para raja-raja. Pasangan ini membuat hentakan istana menggelegar seperti
pengaruh Bom Aton yang menghempaskan Nagasaki dan Hirosima, serta membuat
hentakan di masyarakat khalayak bertanya, “akankan istana pecah dua??”. Sosok
Bapak Mori Hanafi sudah dikenal luas dikalangan masyarakat Desa terutama
dipelosok-pelosok paling dalam, sosok yang satu ini dikenal oleh khayalak
sebagai anak muda yang gampang bergaul dengan siapapun, murah senyum, atau
bahasa Bima nya “Kambera” dan mudah ditemui. Sebut saja, ketika beliau menjabat
sebagai pimpinan DPDR Provinsi NTB, Sosok muda ini selalu terbuka bahkan
kantornya dikerumunin banyak tamu dibandingkan dengan yang lain.
Kebijakan dan
keberpihakan terhadap pembangunan masyarakat Kabupaten Bima sangat dirasakan
oleh masyarakat bawah, politisi muda tersebut menjabat sebagai anggota DPRD
Provinsi NTB selama 10 Tahun terakhir, Kini Pak Mori Hanafi terpilih kembali
sebagai Anggota DPRD Provinsi NTB untuk ketiga kalinya.
Sementara Hj. Ferra
Amelia adalah sosok politisi senior, juga pernah menjadi Ketua DPRD Kota Bima
sekaligus Ketua DPD II Partai Gokar Kota Bima pada periode yang lalu dengan
segudang pengalaman dalam kontekstasi politik. Srikandi yang satu ini pernah
mengikuti sejumlah perhelatan Pilkada sebagai bagian dari proses dinamika
politik, sehingga menjadikan beliau matang dan dewasa dalam panggung politik di
daerah ini.
Sapaan akrabnya adalah
Dae Ferra, merupakan keturunan langsung dari trah istana kerajaan Bima. Sosok
Dae Ferra sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tubuh istana, sudah barang
tentu punya andil besar dalam setiap keputusan didalam istana itu sendiri.
Apalagi Dae Ferra Merupakan pribadi tertua atau yang paling tua diantara penghusi
istana tersebut selain dari Istri mendiang Almarhum Sultan Abdul Kahir.
Oleh
karena itu, sebagai orang yang dituakan punya makom tersendiri dari sekedar
keberadaan dirinya. Keikut sertaan beliau dalam memenangkan pertarungan
Pilkada-Pilkada sebelumnya, seperti semasa Almarhum sapaan Akrabnya Dae Ferri menjabat
Bupati Bima dua periode, Dae Ferra Menjadi Ketua Tim Sukses memenangkat
pertarungan tersebut sehingga kakak Kandungnya menjadi Bupati Bima, juga ikut
andil dalam memenangkan idik Iparnya Bupati Bima Hj. Indah Damayanti Putri yang
sekarang masih menjabat sebagai Bupati Bima. itulah fakta politik yang harus
kita fahami bersama yang melekat didalam sosok dan pribadi beliau.
Image Istanah Pecah Dua
Kalau saja terjadi
pasangan antara Bapak Mori Hanafi, SE.,M.Comm dengan Hj. Ferra Amelia, SE.,MM
maka akan terjadi hal yang luar biasa, katakanlah seperti syair lagu “Gelisah
Galau Merana (GEGANA) Politik tingkat akut” bagi Petahana, karena petahana (Bupati)
juga adalah bagian dari ruang lingkup istana. Dae Ferra bisa berubah menjadi
kata kunci guna merebut hati masa kultural dan para simpatisan istana. Masyarakat
kabupaten Bima berbeda dengan masyarakat kota Bima dalam perspektif politik,
Masyarakat kabupaten Bima masih menyimpan nilai-nilai etis dalam struktur
kerajaan masa lampau, seperti halnya mitologi dan kearifan lokal dalam sudut
pandang sederhana masyarakat kultural, hal itu tidak bisa dipisahkan disetiap
wacana panggung politik terutama Pilkada Kabupaten Bima.
Oleh karena itu,
hadirnya sosok Dae Ferra merupakan pelemahan bagi petana, penggembosan
ruang-ruang dan pintu-pintu istanan akan terjadi. Kecurigaan demi kecurigaan
akan tumbuh subur disetiap rapat dan konsolidasi, taman-taman istana dan
pandopo akan terjadi blok-blok yang mengasikkan dengan mempertontonkan silang
sengkarut didalam satu atap, siapa sesungguhnya yang bisa mengambil hati
masyarakat?, keluarga Istana manakah yang paling berperang dalam mengambil hati
masyarakat?
Pilihan berdemokrasi
sebagai bagian dari cara kita untuk memilih pemimpin sudah menjadi nilai-nilai
yang universal belakangan ini, memberikan kesempatan bagi siapa saja yang
berminat, tidak terkecuali antara adik dengan kakak, antara anak dengan ibu dan
lain-lain.
Dalam hitungan bulan,
perhelatan Pilkada kabupaten bima akan terjadi, akankah Pasangan Bapak Mori
Hanafi, SE.,M.Comm dengan Hj. Ferra Amelia, SE.,MM bakal berduet?, tergantung
kesungguhan dan konsolidasi, peran partai politik menjadi garda terdepan dalam
menentukan arah koalisi.
Penulis adalah Sekjen
DPD LIRA Cabang Bima dan aktif menulis diberbagai media.