Foto: Anggota Komisi V DPRD NTB, Didi Sumardi, saat menyambut Puluhan guru yang tergabung dalam Aliansi Mutasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Nusa Tenggara Barat (NTB) mendatangi Kantor DPRD Provinsi NTB, Rabu (10/12/2025)
InciNews.net, Mataram – Puluhan guru yang tergabung dalam Aliansi Mutasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Nusa Tenggara Barat (NTB) mendatangi Kantor DPRD Provinsi NTB, Rabu (10/12/2025) siang. Kedatangan mereka bertujuan menyuarakan keberatan atas rencana Pemerintah Provinsi NTB yang meminta guru PPPK kembali ke unit organisasi (unor) atau sekolah sesuai formasi awal penempatan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam surat edaran Pemprov NTB yang meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) mengembalikan guru PPPK ke sekolah asal. Langkah ini diambil menyusul temuan banyaknya guru PPPK yang berpindah dari sekolah awal sejak resmi diangkat.
Perwakilan Aliansi Mutasi PPPK NTB, Suhairi, menegaskan bahwa perpindahan guru dilakukan bukan tanpa alasan. Salah satu persoalan krusial adalah minimnya jam mengajar di sekolah penempatan awal, sehingga guru kesulitan memenuhi syarat minimal 24 jam mengajar per minggu sebagai prasyarat pencairan tunjangan sertifikasi pendidik (serdik).
“Karena kurang jam mengajar di sekolah asal, akhirnya banyak guru mencari sekolah lain yang masih kekurangan guru dan memiliki jam kosong,” kata Suhairi.
Selain persoalan jam mengajar, jarak penempatan juga menjadi keluhan serius. Suhairi mencontohkan sejumlah guru asal Lombok Timur yang ditempatkan hingga ke Kabupaten Dompu, bahkan lintas pulau.
“Jaraknya sangat jauh, sementara di rumah ada anak dan istri yang harus ditinggalkan. Ini berdampak besar pada kondisi keluarga,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa penempatan guru PPPK tahun 2021, 2022, dan 2023 dilakukan melalui skema afirmasi. Dalam mekanisme tersebut, para guru tidak memiliki keleluasaan memilih unit organisasi atau sekolah penempatan, berbeda dengan sistem seleksi ASN sebelumnya.
“Dulu penerimaan guru PPPK dilakukan secara terbuka, sehingga banyak yang bisa memilih sekolah dengan formasi banyak, meski berada di Lombok,” jelasnya.
Menanggapi aspirasi tersebut, Anggota Komisi V DPRD NTB, Didi Sumardi, meminta Dikbud dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) melakukan pendataan secara by name by address terhadap guru PPPK yang mengalami kendala penempatan.
“Pendataan ini penting agar solusi yang dihasilkan benar-benar menyeluruh dan sesuai dengan persoalan di lapangan,” kata Didi.
Ia mengingatkan, mutasi guru yang tidak sesuai dengan data awal berpotensi menimbulkan dampak serius, mulai dari tidak dibayarkannya gaji pokok dan tunjangan sertifikasi, hingga risiko guru dianggap mengundurkan diri sebagai PPPK.
“Kondisi ini berdampak pada jam mengajar, psikologis, keamanan, kenyamanan, dan juga kondisi keluarga guru,” ujarnya.
Didi juga menyoroti ketimpangan penempatan guru, khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki banyak jurusan. Kondisi tersebut, menurutnya, membuat guru mata pelajaran umum kesulitan memperoleh jam mengajar yang mencukupi.
“Ini perlu pencermatan serius. Di SMA juga ada penjurusan, tapi tidak sebanyak di SMK,” katanya.
DPRD NTB memastikan akan mengawal aspirasi para guru PPPK tersebut. Didi menegaskan pihaknya akan membuka komunikasi intensif dengan Dikbud dan BKD untuk mencari solusi terbaik.
“Kami akan meminta Gubernur melalui OPD terkait seperti BKD dan Dikbud untuk mengkaji persoalan ini, agar ditemukan langkah penyelamatan dan ke depan tata kelola penempatan guru bisa lebih baik,” pungkasnya.
