Bima, Incinews,Net-; Eks Pasar Nipa, Ambalawi, yang biasanya menjadi ruang aktivitas ekonomi rakyat, Senin malam (16/6) menjelma menjadi panggung rekonsiliasi sosial antara pemerintah dan masyarakat. Di bawah program bertajuk Ngobrol Pemuda Inspiratif (Ngopi) Bareng Anak Muda, Bupati Bima Ady Mahyudi dan Wakil Bupati dr. H. Irfan Zubaidy menyambut hangat aspirasi warga sebagai energi kolektif untuk memperbaiki tata kelola dan pelayanan publik di Kabupaten Bima.
Acara yang dihadiri jajaran pejabat teras Pemerintah Kabupaten Bima dan dipandu oleh dua host intelektual muda, Raani Wahyuni, ST.MT., M.Sc dan Dr. Karyadin, ini bukan sekadar forum ceremonial. Lebih dari itu, Ngopi Bareng tampil sebagai simbol pendekatan sosial yang merangkul partisipasi masyarakat, terutama pemuda, sebagai subjek pembangunan.
Aspirasi Jadi Arah, Pelayanan Jadi Wujud
Bupati Ady Mahyudi dalam dialog langsung menyampaikan bahwa aspirasi warga bukan sekadar catatan seremonial, melainkan menjadi dokumen moral yang akan ditindaklanjuti. “Setiap masukan adalah arah bagi kami dalam memperbaiki pelayanan publik. Kami tidak ingin pemerintah hanya hadir di atas panggung, tapi harus hadir di tengah kehidupan rakyat,” ujarnya.
Program Selasa Menyapa yang menyatu dengan Ngopi Bareng juga mencerminkan pendekatan kultural-spiritual pemerintahan Ady-Irfan. Dimulai dari shalat magrib berjamaah, dilanjutkan dialog malam bersama warga, hingga shalat subuh, kuliah subuh, dan kegiatan gotong royong serta penghijauan keesokan harinya — menggambarkan upaya menyatukan agama, budaya, dan pemerintahan dalam satu harmoni sosial.
Pemuda sebagai Akar Masa Depan
Wakil Bupati Irfan, dalam sambutannya, menyampaikan peringatan sosial yang tajam. “Masa depan Bima sangat ditentukan oleh kualitas pemudanya. Jika pemuda kita rusak, maka arah daerah pun terancam suram. Pemerintah dan masyarakat harus ambil bagian bersama,” tegasnya.
Pernyataan ini mencerminkan realitas sosiologis Bima sebagai daerah dengan bonus demografi yang besar, tetapi juga menghadapi tantangan pemuda—mulai dari pengangguran, narkoba, hingga degradasi nilai budaya.
Ruang Publik sebagai Wadah Perubahan
Dalam konteks pembangunan sosial, Ngopi Bareng bukan sekadar ngopi—tetapi menjadi arena sosial baru tempat rakyat dan pemimpin bertemu tanpa sekat. Ruang yang dulunya pasar kini menjadi “agora” modern, tempat ide dan kritik tumbuh. Ditambah dengan kehadiran tarian budaya seperti Wura Bongi Monca dan Hadrah Cilik, acara ini juga menjadi ruang pelestarian identitas lokal yang mulai tergerus.
Di sela kegiatan, pemerintah juga menyerahkan bantuan secara simbolis kepada warga, menegaskan komitmen konkret di balik narasi dan dialog.
Membangun dengan Kebersamaan
Penegasan Bupati Ady bahwa “OPD hadir untuk mendekatkan pelayanan” menunjukkan perubahan paradigma: dari pemerintah yang birokratis ke pemerintah yang hadir dan responsif. Dengan pelayanan kependudukan, kesehatan, hingga KB yang dibawa langsung ke warga, pemerintahan ini bergerak dari menara gading ke akar rumput.
Acara ini menyiratkan sebuah pola baru: pembangunan tak lagi dimulai dari perintah, tapi dari pertemuan. Dari mendengar, bukan hanya mengatur. Karena sesungguhnya, kekuatan sebuah daerah bukan pada hebatnya pemimpinnya, tetapi pada eratnya hubungan antara rakyat dan pemerintah.