Incinews.net
Senin, 27 November 2023, 19.59 WIB
Last Updated 2023-11-28T12:01:01Z
BupatiLombok BaratNTB

Perang Topat Hindu Muslim Lombok, Perang Atas Nama Perdamaian

Foto: Kegiatan perang Topat di Lingsar Lombok Barat.


INSAN CITA (inciNews.net) LOMBOK -
Jika mendengar kata perang, mungkin langsung terngiang di benak kita akan kekacauan, pertumpahan darah, korban jiwa dan duka.

Namun bagaiman jika ada perang yang terjadi atas dasar toleransi, kebersamaan dan perdamaian.

Itulah Perang Topat. Perang yang dilakukan oleh masyarakat hindu dan muslim di Lingsar, Lombok Barat (Lobar) Nusa Tenggara Barat (NTB).

Perang menggunakan ketupat sebagai peluru yang merupakan perwujudan rasa syukur atas rahmat tuhan dan meminta keberkahan, kesuburan, kedamaian hingga menyiratkan toleransi, saling menghargai perbedaan yang ada.

Pada puncak acara pelaksanaan Event Perang Topat tahun ini ribuan pengunjung datang menyaksikan puncak acara Event Perang Topat yang digelar meriah di Taman Lingsar, Kecamatan Lingsar Lombok Barat (Lobar) NTB, (Senin, 27/11/2023).

Event tahunan yang tahun ini resmi masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN) 2023 tidak saja disaksikan wisatawan lokal namun wisatawan asing ikut berbaur, menyaksikan event ‘’perang’’ yang menjadi simbol perdamaian dari Lingsar Lobar untuk dunia tersebut.

Hadir pada kesempatan ini, PJ Gubernur NTB HL Gita Ariadi, Direktur Even Daerah Kemenparekraf RI Reza Fahlevi, Bupati Lobar Hj Sumiatun, ketua DPRD Hj Nurhidayah, para kepala OPD serta Forkopimda Provinsi NTB maupun Kabupaten Lobar. 

Dalam sambutannya Bupati Lobar Hj. Sumiatun menyampaikan sekelumit sejarah tentang perang topat. "Tradisi ini adalah warisan leluhur kita, yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah sekaligus bagian dari upacara Pujawali yang menggunakan makanan sajian berupa ketupat," terang Sumiatun di hadapan para tamu.

Rangkaian Event Perang Topat ini sendiri sudah dimulai sejak tanggal 20 November lalu dan menampilkan berbagai atraksi seperti peresean, atraksi seni dan budaya, hiburan masyarakat serta lomba penjor.

Yang berbeda dari event Perang Topar sebelumnya, dalam penyelenggaraan Perang Topat tahu ini Dispar Lobar bekerjasama dengan Museum Negeri Provinsi NTB mengadakan Lomba dan Pameran Pusaka Desa yang diikuti 10 desa di Kecamatan Lingsar.

Pameran ini menampilkan benda-benda bernilai sejarah yang ditinggalkan leluhur terdahulu di kawasan Lingsar seperti keris, pedang, tombak, perhiasan, tulisan, peralatan makan minum hingga alat musik.

Sehari sebelum ritual Perang Topat umat muslim dan hindu melalukan doa bersama kepada tuhan yang maha esa dengan cara masing-masing sesuai kepercayaan mereka.

Umat muslim melakukan Roah Gubuk di pagi hari. Roah merupakan tradisi suku sasak yakni makan bersama yang diawali dengan zikir dan doa yang dihadiri oleh para pemuka agama IsIam yang ada di Lingsar.

Sedangkan siang harinya umat hindu melaksanakan Mendak Betara, yakni berdoa mengharap kehadiran Betara Sesuhunan Pura Lingsar dengan melakukan penjemputan dari Pura Gadung ke Dusun Tragtag dan kembali lagi ke Pura Gaduh.

Kemudian sorenya baru diakhiri dengan ritual ngeliningan kao (mengelilingi kerbau, red). Seekor kerbau diikat dan ditarik dua tali, satu tali ditarik perwakilan umat hindu dan satu talinya ditarik perwakilan umat muslim sasak lalu kemudian dibawa mengelilingi pura gaduh dan kemaliq yang ada di kawasan Taman Lingsar yang merupakan bangunan suci bagi masing-masing umat.

Sementara itu, Direktur Event Daerah Kemenparektaf RI Reza Fahlevi mengungkapkan jika penyelenggaraan event menjadi salah satu media promosi paling efektif untuk mempromosikan suatu daerah.

"Kita sudah melihat di NTB sudah terbukti dengan bagaimana Mandalika menjadi kelas dunia dan membuat Lombok mendunia,"ucap Reza.

"Dan hari ini Perang Topat menjadi event yang dikemas dengan baik. Berangkat dari seni tradisi turun temurun yang menjadi unique selling point event ini sehingga event ini bernilai tinggi," lanjutnya.

Sementara itu PJ Gubernur mengatakan jika momen Perang Topat ini bisa djadikan sebagai moment silaturahmi sehingga perlu untuk terus dilestarikan.

"Kemaliq dan pura lingsar ini juga adalah sebuah pelajaran tentang toleransi, sehingga Pujawali dan Perang Topat ini bukan hanya sebagai ritual tahunan tetapi sebagai momentum kita mengecas spirit toleransi yg sangat dibutuhan didalam kita mengisi pembangunan baik di daerah maupun nasional," cetusnya.

Sementara itu Kadispar Lobar HM Fajar Taufik mengatakan jika masuknya Event Perang Topat ke KEN diharapkan mampu menggaungkan event ini lebih luas lagi.

"Ini untuk pertama kali Petang Topat masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN). Jadi pemerintah pusat juga terlibat dalam penyelenggaraannya, oleh karena itu kita berharap event ini bisa menggaung lebih luas lagi sehingga penyelenggaraan di tahun-tahun berikutnya bisa mengundang lebih banyak wisatawan lagi," ucapnya.

Hal yang perlu diperhatikan juga menurut Taufik adalah output dari event ini yang bermuara pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.

"Dengan adanya pentas seni pelaku seni atau seniman kita bisa terfasilitasi, dengan banyaknya kunjungan, para pelaku UMKM kita panen hasil disamping itu dengan adanya atraksi-atraksi menarik selama event, dengan itu masyarakat bisa terhibur," pungkasnya.