Incinews.net
Kamis, 28 April 2022, 23.29 WIB
Last Updated 2022-04-28T16:25:58Z
BimaNTB

Laut Bima yang Berubah Warna Bukan dari Bocoran Pipa Pertamina

Foto: Kondisi Pantai Amahami Bima kemarin, Rabu (27/4/2022).


insan cita (incinews) Bima - Penduduk sekitar Kawasan pesisir pantai Amahami di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemrov NTB) dibuat heboh setelah menyaksikan air pantai berubah warna menjadi cokelat keputihan dan berbusa. Bahkan banyak ikan yang mengambang.

Warga menduga fenomena itu disebabkan oleh kebocoran pipa Pertamina Regional Bima sehingga sejumlah warga sekitar mendatangi kantor Pertamina. Namun ada juga warga yang menyatakan itu adalah fenomena alam.


Kondisi Pantai Amahami dan kawasan sekitarnya sudah dipenuhi oleh busa warna kecokelatan. Anehnya, warna tersebut tak menimbulkan bau yang tidak sedap.


Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemrov NTB), merespon terkait limbah yang diduga berasal dari aktifitas PT Pertamina (Persero). Pihak DLH melakukan pemantauan langsung terkait fenomena permukaan air laut di sepanjang pantai Kota Bima yang berubah cokelat kehitaman sejak dua hari terakhir. 


Dari hasil pemantauan lapangan, DLH Kabupaten Bima mengklaim bahwa tumpahan berwarna cokelat kehitaman tersebut bukanlah minyak, melainkan lumut atau ganggang laut. 


"Sesuai hasil pantauan lapangan pemerintah Kabupaten Bima melalui tim Bidang Perhutanan Rakyat, Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bima yang langsung dipimpin oleh bapak Kepala Dinas Jaidun, tumpahan itu bukanlah minyak. Dugaan sementara, itu disebabkan oleh lumut atau ganggang laut," ungkap Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Bima, Suryadin, S.S., M.Si, melalui keterangan tertulisnya, seperti dilansir. Rabu (27/4/2022).


Suryadin mengatakan, pihaknya tidak bisa memastikan secara langsung apa penyebab dari fenomena permukaan perairan yang berubah warna tersebut, selain dilakukan uji laboratorium. 


"Kami telah mengambil sampel air laut dan gumpalan tersebut untuk analisis lebih lanjut di laboratorium. Namun, untuk kesimpulan apa penyebab pasti dari fenomena tersebut, baru bisa diketahui secara pasti setelah ada hasil dari laboratorium," jelasnya. 


Lebih jauh dikatakan Suryadin, permukaan air yang berubah cokelat di Teluk Bima tersebut lebih menjurus ke "Sea snot", suatu lendir laut atau ingus laut. Itu merupakan sekumpulan organisme mirip mukus yang ditemukan di laut. 


"Sifatnya mirip gelatin dan krim. Umumnya tak berbahaya, namun dapat mengandung virus dan bakteria, termasuk E-coli," kata dia.


Tidak hanya itu, hal demikian juga dilakukan Polres Kota Bima melakukan pemeriksaan terhadap fenomena air laut yang berubah menjadi kental kecoklatan seperti jeli di sepanjang pesisir teluk Bima.


Kapolres Kota Bima AKBP Hendry Novika Chandra bersama jajarannya ditemani oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Bima langsung terjun lapangan saat itu juga.


Mereka mengambil sampel air laut teluk Bima yang berubah menjadi jeli untuk diperiksa lebih jauh di laboratorium. Dalam akun youtube Polresta Bima disebutkan bahwa kapolres langsung memimpin olah TKP bersama Sekda Kota Bima dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).


Disebutkan, olah TKP dilakukan tim Inafis dari Polresta Kota Bima bersama DLH dengan mengambil sample cairan untuk dilakukan uji sampling laboratorium.


Limbah  yang dicurigai sebagai limbah kapal yang membawa bahan bakar minyak di Pertamina Bima itu membentang sepanjang pesisi pantai dari Pantai Lawata


Dalam video siaran langsung yang diunggah akun facebook Fadriani, 27 April 2022 terlihat air laut yang biasanya berwarna biru itu berubah menjadi coklat muda seperti warna minuman kopi susu. Dalam video terlihat air laut yang berubah coklat itu seolah diam tanpa riak gelombang yang biasa terlihat di pantai yang menandakan air berubah mengental seperti jeli.


Lalu kemudian beredar klarifikasi dari DLH Kabupaten Bima yang diunggah akun Facebook Agus Mawardy, 27 April 2022 dikatakan bahwa perubahan warna Air laut menjadi coklat dan menggumpal itu terjadi bukan karena tumpahan minyak.


Tidak hanya itu, hal demikian juga direspon Pertamina Patra Niaga, Area Manager Communication dan CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Deden Mochammad Idhani memastikan operasional di Fuel Terminal Bima tetap berjalan normal, tidak ada kebocoran pipa seperti yang diisukan oleh beberapa pihak. 

Status operasional di Fuel Terminal Bima juga telah mendapatkan PROPER biru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ini berarti bahwa Pertamina sudah patuh terhadap seluruh regulasi untuk pengelolaan lingkungan.

"Hingga saat ini, kami memastikan operasional di Fuel Terminal Bima berjalan lancar, tidak ada kegagalan operasi ataupun kebocoran pipa," ujarnya. Kamis (28/4/2022). Seperti informasi diterima media ini.

Sebagai tindak lanjut, hari ini juga,  dilakukan rapat koordinasi antar pihak yang dihadiri Asisten Deputi Kemenko Marves, Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), DLHK NTB, DLHK Kabupaten Bima, Pertamina serta team kementrian terkait, menegaskan kembali bahwa hasil dugaan sementara menunjukkan bahwa kejadian di Teluk Bima adalah fenomena alam diduga "sea snot" (lendir laut). 

"Dugaan sementara fenomena alam yang terjadi di teluk Bima kemarin adalah lumut atau ganggang dan tidak ada unsur pencemaran dari minyak. Namun kami belum bisa menyimpulkan secara pasti karena masih menunggu hasil laboratorium yang hari ini diharapkan bisa keluar hasilnya," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB Madani Mukarom.

"Sebagai perusahaan dengan unit operasi yang berada di dekat lokasi kejadian, Pertamina  akan terus bekerjasama dan berkoordinasi dengan para pihak terkait.  Dimohon kepada para pihak untuk mendapatkan konfirmasi dari yang berwenang dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bima," kata Deden.

PT Pertamina Patra Niaga regional Jatimbalinus berkomitmen untuk terus mendistribusikan kebutuhan BBM dan LPG kepada masyarakat khususnya di provinsi Nusa Tenggara Barat melalui 3 Terminal BBM yaitu Integrated Terminal Ampenan, Fuel Terminal Badas dan Fuel Terminal Bima.