Incinews.net
Jumat, 04 September 2020, 18.27 WIB
Last Updated 2020-09-04T10:35:03Z
MataramNTB

Permintaan Mendagri Tidak Didengar, PKC PMII Bali Nusra: KPU dan Bawaslu Tindak Tegas Arak-arakan Pilkada 2020

Foto: Ketua PKC. PMII Bali-Nusa Tenggara Aziz. (O'im)

Mataram, incinews.netPengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC. PMII) Bali-Nusa Tenggara meminta kepada Penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu NTB serta Aparat Keamanan agar memberikan teguran serta sangsi bagi Calon Kepala Daerah dan Pendukung setia yang melakukan arak-arakan pada saat pendaftaran Bakal Pasangan Calon Kepala Daerah, yang tidak mematuhi aturan maen pemerintah terkait protokol kesehatan di tengah pandemi Corona.

Hal ini disampaikan Aziz Muslim (Ketua PKC. PMII Bali-Nusa Tenggara), Jumat, (4/9/2020), pukul 16.16 Wita, via WhatsApp.

Ia menilai bahwa ditetapkannya New Normal Era ditengah pandemi Virus Covid-19 oleh Pemerintah Pusat, tidak menjadikan sebuah alasan untuk tidak mentaati protokol kesehatan, sebab kita belum tahu pasti kapan berkahir atau punahnya Virus mematikan ini.

"Lebih-lebih isu politik Pemilihan Kepala Daerah di 7 Kabupaten/Kota se-Provinsi NTB, sudah melakukan pendaftaran untuk mendapatkan SK DPP di masing-masing Partai Politik (tingkat daerah), bahkan ada Bakal Pasangan Calon melakukan arak-arakan bersama tim pendukung, ramai berkerumunan, tanpa memperhatikan protokol kesehatan, kalaupun menggunakan masker, tapi tidak dengan Sosial Distancing, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, alias terbentuknya Claster Covid-19 Pilkada, lalu siapa yang disalahkan,"paparnya.

Aziz juga menjelaskan bahwa, "Pasal 49 Ayat (2) Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-alam, partai politik/gabungan partai politik yang akan mendaftarkan bakal paslon dan bakal paslon perseorangan yang akan mendaftarkan diri harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan KPU provinsi atau kabupaten/kota.
Sesuai dengan Pasal 49 Ayat (3) PKPU 6/2020, pendaftaran bakal paslon hanya boleh dihadiri ketua dan sekretaris atau sebutan lain partai politik dan/atau gabungan partai politik pengusul dan bakal pasangan calon serta bakal pasangan calon perseorangan.

Tentu atas dasar inilah, kata Ia, kami dari PMII meminta dengan tegas agar penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan BAWASLU agar memberikan sanksi tegas terhadap Parpol dan paslon Kepala Daerah yang melanggar ketentuan yang telah di tetapkan.

"Terlebih Peraturan Daerah Provinsi NTB tentang Penanggulangan Penyakit Menular Tahun 2020. Terdapat sanksi berupa denda hingga paling banyak Rp500 ribu bagi masyarakat yang tidak disiplin menerapkan protokol kesehatan COVID-19. Dimana keseriusan eksekutif dan legislatif dalam hal penerapan Perda ini," tutup Aziz.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (mendagri) Tito Karnavian meminta untuk tidak ada konvoi ataupun arak-arakan pada penyelenggaraan Pilkda serentak 2020 Meskipun sudah ada imbauan untuk melakukan kampanye terbatas di dalam ruangan, ia tidak memungkiri potensi adanya pendukung yang nekat melakukan arak-arakan di belakangnya.

Karena itu, Tito meminta penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu dapat berlaku tegas memberikan pelarangan adanya kerumunan. Hal tersebut diungkapkannya dalam Rakor Kesiapan Pilkada Serentak Tahun 2020 dan Pengarahan Gugus Tugas Covid-19 di Provinsi Kalimantan Barat di Hotel Aston Pontianak, Minggu (19/07/2020).

"Rapat umum maksimal 50 orang, saya sudah minta ke Dirjen Politik dan Dirjen Otda, saya juga minta ke Pak Cornelis (Anggota Komisi II DPR RI yang turut hadir) pada saat rapat dengan KPU, nanti tegas-tegas saja Pak, nanti diatur tidak ada arak-arakan, tidak ada konvoi," kata Tito.

"Karena arak-arakan itu, nanti bisa jadi yang di ruangan hanya 50, tapi yang di luar ternyata ada arak-arakan untuk mengantar paslon mendaftar," tambahnya.

Tito menuturkan bahwa pasangan calon yang ikut Pilkada Serentak 2020 bakal menjadi role model untuk penerapan protokol kesehatan yang sudah diatur oleh penyelenggara pemilu. Pendukung yang tidak bisa diatur bakal jadi cerminan kepimpinan daripada pasangan calon.

"Ini gimana mau jadi pemimpin, ngurus Timses, pendukung yang jumlahnya 200-300an saja tidak bisa diatur, gimana jadi pemimpin yang bisa ngatasin covid, yang jumlah masyarakatnya ratusan, puluhan ribu bahkan jutaan rakyatnya," ujarnya. (red)