Incinews.net
Selasa, 08 Oktober 2019, 17.45 WIB
Last Updated 2019-10-08T09:45:08Z
HeadlineOpini

NTB Gemilang “Berhenti Mengirim” TKI


Ahmad Efendi, Komunitas Balai Tulis Literasi NTB

Dewasa ini semarak pengiriman Mahasiswa dan pelajar ke berbagai Negara-negara di seluruh penjuru dunia betul-betul menjadi buah bibir masyarakat dan berbagai media cetak maupun elektronik. Seakan tiada putus-putusnya pemberitaan mengenai persiapan, pelepasan maupun keberangkatan dan cerita-cerita para Scholarship setelah mereka sampai di Negara-negara tujuan. Fenomena ini jelas mempunyai kekuatan yang luar biasa bagi memompa semangat masyarakat NTB khususnya pemuda –pelajar untuk semakin giat belajar mempersiapkan diri untuk diseleksi dan dikirim untuk tahun-tahun mendatang.

Starting point ini akan menjadi catatan sejarah yang akan abadi sepanjang masa bagi menorehkan tonggak baru untuk pembangunan SDM NTB yang lebih baik. Bang Zul (Gubernur NTB), sebagai penggagas utama dan pertama dengan NTB gemilangnya akan menjadi peletak sejarah baru dan akan disebut-sebut oleh masyarakat sebagai Bapak Scholarsip. Program pengiriman ini akan terkenang abadi lantaran program/kebijakan ini punya genre yang agak berbeda dengan program-program pada umunya dikalangan pemerintahan daerah-daerah di Indonesia.

Semula NTB sebagai daerah yang salah satunya paling besar
mengirimkan TKI/w nya kini bergeser menjadi salah satu daerah dengan pengeiriman  Mahasiswa/Pelajar untuk menjadi Scholarship ke berbagai Negara-negara maju. Semula NTB begitu lekat sebagai daerah yang setiap hari mengirimkan TKI/w ke Malaysia pada khususnya, kini berganti menjadi pengiriman tunas-tunas muda yang penuh dengan gairah untuk mengubah NTB ke depan. Malaysia akan menjadi patner baru dalam hal kerjasama pendidikan, di mana selama ini mungkin hanya MOU mengenai ketenagakerjaan, kini beranjak ke masalah pendidikan (pembinaan SDM).

Tentu saja ini patut menjadi kesyukuran masyarakat NTB, karena pemerintahan NTB gemilang ini sudah mencoba mengangkat harkat-martabat NTB, dari yang hanya jago sebagai buruh kini juga harus jago pada pembenahan SDM. Fakta ini jelas berada di anak tangga   yang jauh lebih tinggi dari pada hanya sekedar bisa mengirim buruh unskill ke berbagai Negara selama ini khususnya Malaysia. Dengan demikian semoga setahap demi setahap posisi masyarakat NTB dan Indonesia bisa menjadi lebih terhormat pada pandangan masyarakat Malaysia.

Sering penulis mendengar cerita-cerita, bagaimana para TKI/W seolah merefresentasi masyarakat Indonesia (baca: NTB) sebagai sekumpulan perwakilan. Dengan kemampuan sekedar “kekuatan otot” yang dimiliki mereka dilihat sebagai orang-orang yang lebih rendah. Mereka dipanggil dengan sebutan Indon yang kerkonotasi kelas buruh/pekerja yang hanya bisa disuruh-suruh mengankat beban nan kasar. Fenomena ini tentu saja tidak baik terus-menerus dilekatkan pada masyarakat NTB.

Tentu tulisan ini tidak hendak menggiring pada penghentian total masyarakat NTB untuk bisa bekerja di Luar negeri, namun harus pula diimbangi dengan pembinaan SDM yang lebih baik, sehingga tercapai keseimbangan antara masyarakat yang sebagai buruh dengan masyarakat sebagai tenaga ahli (berkemampuan/ahli diberbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi).

Keseimbangan ini harus diwujudkan segera agar Indonesia khususunya NTB bisa menulis sejarah baru mengenai kemajuan-kemajuannya. Bayangkan saja, sejak tahun 1978, di mana pemerintah Indonesia dikatakan pertama kali mengirim para buruh migra ke Malaysia. Selangkah kemudian cerita-cerita sedih-nan pilu tidak jarang terlihat, terbaca dan terdengar dari para TKI/w yang dikirim.

Mulai dari ditipu sejak mengurus dokumen (di daerah sendiri), terus di kirim menuju Negara tujuan seperti Malaysia yang kemudian ada yang tidak dibayarkan gajinya, ada yang mengalami kecelakaan ketika bekerja karena tidak dilengkapi keamanan standar, ada yang mendapatkan kekerasan dari majikan, ada yang dilecehkan, ada yang bermasalah dengan hukum dan seterusnya. Semua masalah-masalah itu selalu berujung pada biaya social-ekonomi, berujung pada trauma dan kesediahan mendalam terutama bagi para TKI/w dan keluarga besarnya.

Kendatipun kerap para TKI/W itu menghadapi berbagai macam masalah, namun tidak juga menyurutkan niat masyarakat untuk mencoba dan mencoba peruntungan. Belum lagi yang menjadi TKI/W yang tiada putus-putus, bolak-balik menjadi buruh migran tidak jua mengubah posisi social-ekonomi mereka, tidak juga mereka mampu mandiri. Semua fenomena ini tentu saja dilatar belakangi oleh banyak factor berkait –berkelindan yang semua pihak harus mencoba mau peduli untuk menyelesaikannya.

Kini fenomena itu tergantikan dengan adanya usaha yang lebih konstruktif yaitu menggalakkan pengiriman para Mahasiswa /Pelajar. Tentu hal ini dapat sekaligus membalikkan citra masyarakat NTB setahap-demi setahap menjadi masyarakat yang berkemajuan. Menjadi masyarakat yang dapat mengelola potensi-potensi Sumber Daya Alam (SDA) sehingga mereka yang tadinya hanya berfikir menjadi TKI/w berubah menjadi masyarakat yang mempunyai keahlian di dalam melakukan perubahan-perubahan kearah positif. Semakin banyak masyarakat yang dikirim belajar keberbagai Negara semakin cepat perubahan positif itu bisa dicapai sehingga nantinya NTB akan menjadi daerah yang menciptakan lapangan kerja bagi diri mereka sendiri dan tidak mustahil bagi entitias di luar NTB. (Inc)