Ketua DPRD NTB menjelaskan, hingga saat ini DPRD belum dapat mengeluarkan keputusan maupun kebijakan terkait status dan keberlanjutan kerja para honorer.
“DPR tidak punya wewenang dalam menentukan kebijakan teknis kepegawaian. Karena itu, kami menyarankan agar Aliansi Honorer 518 melakukan audiensi langsung dengan Gubernur untuk meminta langkah kebijakan dari Pemerintah Provinsi,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, Koordinator Aliansi Honorer 518, Irfan, menyampaikan aspirasi dan harapan agar Pemerintah Provinsi NTB dapat mengeluarkan kebijakan internal yang menjamin keberlanjutan kerja para honorer. Ia menegaskan bahwa 518 tenaga honorer yang tersebar di berbagai OPD merupakan bagian penting dari roda pemerintahan dan memiliki hak yang sama untuk dilindungi.
“Kami berharap ada langkah konkret dari Pemerintah Provinsi, misalnya melalui penerbitan Peraturan Gubernur atau kebijakan lain yang bisa mengakomodir keberadaan kami. Tujuannya agar di tahun 2026 nanti tidak ada pemutusan hubungan kerja atau perumahan massal terhadap honorer,” tegas Irfan.
Audiensi ini diharapkan menjadi jembatan awal menuju dialog lebih lanjut antara Aliansi Honorer 518 dan Pemerintah Provinsi NTB, guna mencari solusi terbaik bagi keberlangsungan tenaga honorer di daerah.
