Incinews.net
Kamis, 18 Januari 2024, 16.28 WIB
Last Updated 2024-01-18T08:30:47Z
KampusNTBPendidikan

Kampus Muhammadiyah Bima Balas Kritikan Dengan Kekerasan, BEM Unram Angkat Bicara

Foto: Sekjen BEM Unram Muhammad Afif Amanullah.


INSA CITA (inciNews.net) MATARAM - Kampus sebagai laboratorium ilmu pengetahuan kembali tercoreng nama baiknya karena tindakan represifitas oleh pihak rektorat Universitas Muhamadiyah Bima (UMB). 

Menyikapi hal itu, Muhammad Afif Amanullah menyampaikan, Perguruan tinggi semestinya menjadi rumah bagi tumbuhnya ilmu pengetahuan, lahirnya generasi pemimpin masa depan, terciptanya kebijaksanaan dan lahirnya para Intelegensia Indonesia berubah secara curam, terlebih lagi tindakan represifitas tersebut di pimpin oleh Rektor Universitas Muhamadiyah Bima sendiri

"Dalam negara hukum, segala tindak tanduk warga negara diatur melalui hukum agar menghindari abuse of power ( penyalahgunaan kekuasaan). Segala hal mesti diatur dalam setiap kehidupan. Tidak ada yang dipandang memiliki kekuatan lebih, semua sama dimata hukum. Tiap warga negara melekat hak dan kewajiban dalam dirinya. Yang lebih penting dari itu adalah akses untuk menuju hak tersebut, instrumen negara harus memastikan setiap hak dilaksanakan dengan rasa aman, mengingat perayaan reformasi masih berlangsung selama 25 tahun sejak tumbangnya rezim Orde baru," sebut Sekjen BEM Unram, Kamis (18/1/2024).

Sebab, Kata pria kelahiran Bima ini,  Kehendak demokrasi yang diperjuangkan menggunakan keringat, darah bahkan nyawa sekalipun harus menjadi perenungan bagi seluruh warga negara, betapa pentingnya hak tersebut disampaikan dan dijamin keberlangsungannya. 

"Mereka yang melucuti bahkan bertindak represif terhadap kebebasan berekspresi berarti secara tidak langsung telah mengkhianati semangat reformasi. Apalagi, kejadian tersebut terjadi di Perguruan Tinggi, miris," tegasnya.

Afif juga menilai,  menjadi mahasiswa memang menjadi massa yang terbaik untuk mencoba segala hal di dunia kemahasiswaan, tidak ada yang salah dalam proses pergelaran penyampaian pendapat di muka umum. 

"Apalagi aksi tersebut dilaksanakan atas dasar pada pembacaan kondisi internal yang ada di Universitas Muhamadiyah Bima(UMB) terhadap beberapa permasalahan internal kampus,"terangnya.

Seharusnya, kata Afif, Civitas akademika dalam hal ini jajaran rektorat, dalam memandang ini seharusnya mengapresiasi atas tindakan mahasiswa tersebut, sebab aksi tersebut didasarkan pada wujud kecintaan mahasiswa terhadap kampus, untuk memperbaiki citra kampus kedepannya. 

"Baiknya kampus tidak hanya ditentukan oleh kemampuan jajaran birokrat me-manage kampusnya untuk memenuhi capaian IKU, komponen administratif lainnya, yang jauh lebih penting adalah adanya keterbukaan seluruh pihak untuk saling berbenah demi nama baik almamater tercinta. Mereka yang terlibat dalam hal itu seharusnya di apresiasi, bukan di represif,"bebernya.

Tindakan pemukulan terhadap massa aksi yang dilakukan oleh Rektor dan Oknum dosen tersebut, Afif menilai menjadi preseden buruk bagi masyarakat bima. Orang tua yang ingin mengarahkan anaknya untuk lanjut studi ke Perguruan Tinggi barangkali harus mengurung niat karena peristiwa yang mencederai hati nurani itu. 

"Pukulan tendangan dan juga jambakan itu memberikan pesan tersirat bahwa kebebasan berekspresi masih menjadi barang mahal di kampus tersebut, perlukah mahasiswa kembali mereformasi untuk mendapatkan hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Aktivis 98?,"katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, segala urusan harus menempatkan pikiran sebagai tumpuan, manakala pukulan tendangan serta  wujud lain yang menggunakan kekuatan digunakan, maka perlu kembali diragukan persona dosen yang menjadi sumber pengetahuan. 

"Tindakkan penganiayaan terhadap massa aksi tersebut mestinya harus ditanggapi secara serius oleh seluruh pihak, pihak kepolisian sebagai pihak yang berwenang harus secara presisi melihat dugaan ini, sebagaimana yang menjadi jargon unggulannya. Citra kampus sebagai tempat terbebas untuk mengembangkan kemampuan  juga untuk mengekspresikan segala pikiran harus dikembalikan,"tutup mantan Ketua BEM Fakultas Hukum Unram ini.