Incinews.net
Kamis, 08 Desember 2022, 20.51 WIB
Last Updated 2022-12-08T14:36:30Z
BimaNTB

Terdakwa Kepala Sekolah SDN 19 Kota Bima Dituntut 2 Bulan, Keluarga Korban Kecewa

Foto: Terlihat Terdakwa saat mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Raba Bima.

insan cita (incinews.net) Bima-Kejaksaan negeri (Kejari) Raba Bima menuntut terdakwa Hely Refliyani, Kepala Sekolah SDN 19 Kota Bima Provinsi NTB dengan Hukuman penjara dua bulan tahanan dalam kasus sidang dugaan penghinaan. Pada hari Rabu (7/12/2022) kemarin.

Menyikapi hal itu, pihak keluarga merasa kecewa terhadap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU)

"Kami memandang pihak JPU diduga telah diintervensi oleh kekuasaan atau kekuatan lain, sehingga bisa dilihat dengan hasil tuntutan dari Jaksa, inikan seolah-olah JPU sebagai pembela Kepala Sekolah SDN 19 Kota Bima. Kami sangat kecewa,"ungkap pihak keluarga pelapor Nursi Oka kepada media ini. Kamis (8/11/2022) malam.

Selain itu, ia menilai apa yang jadi tuntutan jaksa seolah-seolah mengabaikan rasa keadilan. Melemahkan dan mengabaikan sejumlah alat bukti yang diajukan.

"Sebagai warga negara yang baik, mencintai kejaksaan, menjunjung tinggi rasa keadilan Hukum di negeri ini, khusunya di Kota Bima, dengan adanya tuntutan JPU tersebut seakan sidang sebagai dagelan untuk bersandiwara," ujarnya.

Pria yang akrab disapa Oka ini, berjanji akan membawa kasus ini kepada pihak pengawas jaksa di NTB.  Pihaknya menilai hal ini bisa menjadi hal buruk bagi penegakan hukum di Kota Bima.

Dalam pembacaan tuntutan, jaksa penuntut umum menerapkan Pasal 310  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kepada terdakwa. 

"Dalam pasal tersebut kan hukumannya selama 9 bulan, sementara di tuntut 2 bulan, ini kan jauh dari rasa keadilan sesuai pasal yang di terapkan," sesalnya.

Maka kami meminta kepada pihak Hakim Pengadilan Negeri Raba Bima untuk memutus perkara tersebut secara adil dan bijaksana.

"Kami bukan berarti mengintervensi hal tersebut, tapi kami meminta rasa keadilan, sehingga saat mendengar tuntutan dari JPU tadi kami sangat kecewa dan mengabaikan rasa keadilan,"tegas Oka.

Terpisah, JPU Sahrul yang dihubungi media ini membantah bahwa ada keributan dari pihak korban saat persidangan. 

"Tadi bukan korban marah, artinya tadi pihak korban menanyakan ke pihak penuntut umum bagaimana tanggapannya terkait pledoi (pembelaan) yang diajukan oleh terdakwa karena posisi penuntut umum mewakili korban,"katanya.

Adapun pembelaan yang di ajukan terdakwa itu, Sahrul menjelaskan mereka keberatan terhadap tuntutan yang dituduhkan. 

"Terdakwa keberatan terhadap tuntutan yang di ajukan oleh JPU, merasa tidak pernah melakukan hal yang diajukan itu, tapi pihak JPU tetap pada tuntutan, karena mewakili korban"terangnya.

Syahrul juga menjelaskan, terkait pasal 310 yang diterapkan dengan ancaman hukuman paling lama 9 bulan, oleh JPU menuntut dengan ancaman hukuman penjara 2 bulan. 

"Kenapa dua bulan, berbicara KUHP itu dijelaskan paling lama, bukan minimal, jadi penuntut umum sebelum menjatuhkan atau memberikan hukuman penjara dua bulan, ada dua hal yang diperhatikan yang pertama hal yang memberangkatkan dan hal yang meringankan," katanya 

Sambungnya, ia menjelaskan hal yang meringankan seperti terdakwa sopan, terdakwa kooperatif, terdakwa sopan, cepat hadir dengan waktu yang ditentukan majelis hakim untuk persidangan. 

"Jika ancaman pidananya maksimal seperti yang dijelaskan dalam pasal maksimal paling lama itu 9 bulan, berati hal-hal yang meringankan itu tidak ada, itu baru dikenakan ancaman pidananya yang tertera dalam KUHP,"bebernya.

Pihaknya juga membantah, adanya spekulasi tuntunannya ada intervensi dari pihak manapun. "Kami tidak pernah tahu. Pada prinsipnya terutama jaksa, polisi, hakim bersifat independen, tidak bisa diintervensi, dipengaruhi atau dibujuk oleh pihak manapun,"katanya.

"Jaksa penuntut umum posisinya mewakili korban,"tegasnya.