Incinews.net
Selasa, 22 November 2022, 19.50 WIB
Last Updated 2022-11-22T12:12:34Z
BimaNTBPolda

Warga Sipil Tewas Saat Pilkades di Bima, KOMPAK: Kapolda NTB dan Bupati Harus Bertanggung Jawab

Foto: KOMPAK Saat Menggelar Aksi di Depan Mapolda NTB.

insan cita (inciNews.net) Mataram- Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Koalisi Melawan Kekerasan, Pelanggaran HAM dan Reformasi Polri (Kompak) menggelar demonstrasi jilid II di Mapolda NTB, Selasa (22/11/2022).

Kompak menuntut pertanggungjawaban Kapolda NTB, Irjen. Djokopoerwanto dan Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri atas tewasnya Muardin dalam Pilkades Serentak di Desa Rite, Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima Juli lalu.

Koordinator Lapangan (Korlap) Muksin menyatakan bahwa pada
pada tanggal 6 Juli 2022 terlaksana Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak untuk 57 Desa di Kabupaten Bima. Pilkades tersebut diklaim oleh Pemerintah Kabupaten Bima dan Polres Kabupaten/Kota Bima berjalan dengan aman, damai, demokratis dan sukses.

"Polres Bima Kota dan Pemkab Bima mengabaikan fakta bahwa Pilkades Serentak di Desa Rite, Kecamatan Ambalawi pada momentum perhitungan suara pada tanggal 7 Juli terjadi kerusuhan. Imbasnya warga negara yang bernama Muardin harus dilarikan ke RSUD Kota Bima yang kemudian dinyatakan tewas pada tanggal 9 Juli," ujar Muksin dalam orasinya.

Mahasiswa kelahiran Desa Woro, Kecamatan Madapangga itu menduga bahwa kematian Muardin karena tembakan Gas Air Mata oleh oknum Polisi dari Polresta Kota Bima yang bertugas mengamankan Pilkades di Desa Rite.

"Kini Muardin meninggalkan seorang istri yang menjanda dan ketiga anak yang kemudian jadi Yatim. Anehnya Polisi dan Pemkab Bima sama sekali tidak berbelasungkawa pada keluarga Almarhum. Apalagi memohon maaf dan memberikan santunan," ungkapnya.

Salah satu orator aksi, Almuhajirin mengatakan dalam orasinya bahwa bukan empati yang didapatkan keluarga Muardin. Melainkan upaya menghalang-halangi keadilan oleh Polresta Bima Kota. 

"Demi hukum, ham dan keadilan untuk keluarga, Kapolda NTB dan Bupati Bima harus bertanggungjawab secara hukum, moral dan material terhadap keluarga Muardin. Kapolda NTB dan Bupati Bima segera letakan jabatan jika keadilan tidak bisa diperjuangkan untuk Muardin dan keluarganya," terangnya.

Koordinator Umum, Satria Madisa menyatakan bahwa Reformasi menyeluruh Polri agenda yang menentukan eksistensi NKRI. Menurutnya, yang dialami Muardin dan keluarganya hanyalah fenomena gunung es, betapa persamaan kedudukan didepan hukum dan keadilan hanyalah teks mati yang tidak bisa ditemukan dalam fakta.

"Pemerintah dan DPR RI harus berani menyelami isi dari anatomi tubuh Polri. Kita harus bertani bersihkan polri dari penyelewengan, penyalahgunaan jabatan, kekerasan, kejahatan dan indikasi pelanggaran HAM. Polri adalah pilar utama negara hukum yang harus direformasi, untuk menyelamatkan demokrasi di negara hukum kita," tegasnya dalam membacakan pernyataan sikap aksi.

Aktifis HMI asal Donggo ini menjelaskan bahwa selama ini, Polri menjelma menjadi lahan subur untuk berjamurnya penyelewengan, kekerasan dan pelanggaran HAM. Mengutip laporan KontraS, dalam kurun waktu 2019 sampai 2021 saja terjadi ribuan peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang diduga dilakukan Polri.

"Kasus rekayasa hukum yang terjadi di Duren Tiga oleh Irjen. Ferdy Sambo harus membuka mata kita, berbahayanya Polri jika diisi oleh SDM yang bermasalah. Hal ini menegaskan urgensi pemulihan besar-besar Polri melalui Reformasi, untuk memulihkan kepercayaan publik yang sangat anjlok pada Polisi,"ujarnya.

Alumni Fakultas Hukum Unram ini menambahkan bahwa seluruh manusia harus bersolidaritas mendorong penegakan hukum dan upaya meringankan penderitaan keluarga Muardin.

"Seorang Kepala Keluarga adalah tulang punggung sekaligus harga diri sebuah keluarga. Kematian ayah, artinya kemiskinan, kemelaratan dan luka yang selalu berdarah-darah dan mendidih. Kapolri harus membentuk tim khusus untuk membongkar indikasi kelalaian yang mengakibatkan tewasnya Muardin sekaligus menyelidiki indikasi pelanggaran HAM,"ungkapnya.

Adapun tuntutan lengkap Kompak adalah sebagai berikut:

1. Mendesak Kapolda NTB, Irjen Djokopoerwanto menindak oknum anggota Polisi yang bermasalah sebagaimana perintah Kapolri untuk memulihkan kepercayaan publik pada Polri.
2. Mendesak Kapolda NTB untuk mengatensi dugaan kelalaian yang menyebabkan tewasnya Muardin oleh oknum Polisi di Polresta Bima Kota.
3. Mendesak Kapolda NTB untuk mengusut dugaan pelanggaran HAM dalam pengamanan Pilkades di Desa Rite oleh oknum Polisi di Polresta Bima Kota.
4. Mendesak Kapolda NTB untuk Mencopot Kapolres Bima Kota dan Satreskrim Polres Bima Kota.
5. Mendesak Polda NTB dan Polres Bima Kota untuk memohon maaf pada keluarga Almarhum Muardin.
6. Mendesak Kapolda NTB mundur dari Jabatan bila tak mampu wujudkan Keadilan untuk Almarhum Muardin dan Keluarganya.
7. Mendesak Bupati Bima, Hj. Indah Dhamayanti Putri mengucapkan permohonan maaf dan bertanggungjawab secara moral dan material pada keluarga almarhum Muardin.
8. Mendesak Bupati Bima untuk mendukung Polres Bima Kota, Polda NTB dan Polri untuk mengusut tuntas tragedi tewasnya Muardin.
9. Mendesak Kapolri mengambil alih penanganan kasus tewasnya Muardin dan membentuk Tim Khusus untuk menyelidiki Dugaan Pelanggaran HAM.
10.Mendesak Gubernur NTB, Presiden RI, Komnas HAM, Kompolnas untuk memantau dan mendorong pertanggungjawaban negara terhadap almatrhum dan keluarga Muardin
Mendesak Reformasi menyeluruh Institusi Polri.

Sebagai informasi, KOMPAK adalah aliansi dari sejumlah organisasi dan Individu Mahasiswa/Pemuda yang terdiri dari: Himpunan Pelajar Mahasiswa Woha Mataram (HIPMAH), Himpunan Mahasiswa Donggo Mataram (HMDM), Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Wera Mataram (HPMW), Himpunan Mahasiswa Madapangga Bima Mataram (HIMA-MPB), Himpunan Mahasiswa Monta Mataram (HMM-Mataram), Himpunan Mahasiswa Suku Donggo Mataram (HIMASDOM), Himpunan Mahasiswa Soromandi Mataram (HIMSI), Ikatan Mahasiswa Manggelewa Mataram (IMAM-Mataram) dan Ikatan Mahasiswa Woro Mataram (IMW-M). (Red/Str)