Incinews.net
Jumat, 22 Oktober 2021, 00.35 WIB
Last Updated 2021-10-24T00:24:42Z
MataramNTB

Cegah Kelangkaan, Kadistanbun NTB Ajak Petani Gunakan Pupuk Secara Rasional

Foto: Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, Muhammad Riadi, SP., M.Ec.Dev., 

insan cita, (incinews), Mataram: Hampir di setiap kali menjelang musim tanam sejumlah daerah mengeluhkan pupuk langka. hal serupa juga dialami petani di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Setiap kali menghadapi musim tanam mengeluhkan adanya kelangkaan pupuk. 

Sebagaimana diketahui, pupuk memang terdiri dari dua jenis, yakni bersubsidi dan non subsidi. Pupuk bersubsidi ditentukan alokasinya oleh pemerintah dengan harga yang cukup terjangkau. Namun jumlahnya terbatas. Sedangkan pupuk non subsidi merupakan skema murni bisnis, di mana harga jualnya ditentukan sendiri oleh perusahaan produsennya.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, Muhammad Riadi, SP., M.Ec.Dev., menyebutkan, yang langka bukan pupuk non subsidi, tapi pupuk subsidi, kelangkaan pupuk bersubsidi dikarenakan kemungkinan petani kita tidak ikuti rekomendasi pemupukan yang dikeluarkan oleh badan penelitian pertanian, "kalaupun rekomendasinya 125 kg per hektar, ya pake yang sesuai hitungan rekomendasi tersebut. Jangan memupuk berdasarkan maunya, menurut kebiasaannya. Oh saya biasanya 3 Kwintal pak, saya biasanya 5 kwintal, lah ngak bisa begitu. Boleh, silahkan 5 Kwintal, tapi jangan pake pupuk subsidi, beli yang non subsidi. Ngak ada yang larang-larang kalo seperti itu, itu kan haknya dia itu yang menjadi persoalan,"ungkapnya, kemarin, Selasa (20/10/2021)

Ia juga menegaskan, sebenarnya tidak akan terjadi kelangkaan, apabila para petani kita tidak mengikuti kebiasaan atau budaya selama ini, Padahal, kata Ariadi, kalo petani kita ikuti sesuai rekomendasi insyallah teriakan teriakan seperti itu tidak akan terjadi. 

Meski terbatas seperti itu, yang paling penting sebenarnya adalah penggunaan pupuk yang rasional. Karena penggunaan yang berlebihan justru berdampak buruk bagi tanah. "Selain itu yang jadi masalah juga kita saat ini penggunaan pupuk oleh petani sudah tidak rasional," kata Riadi.

Namun, masalah kelangkaan ini bukan hanya soal celah pada penyelewengan atau distribusi, tapi ada persoalan juga dengan kebiasaan para petani saat menggunakan pupuk. Masih banyak petani yang overdosis dalam pemakaian pupuk, khususnya untuk jenis urea. Alasan petani ingin mendapatkan hasil panen yang maksimal. Padahal hasil dari penelitian, pemakaian pupuk yang berlebih dapat merusak kesuburan tanah. "Jika kita Ikuti pedoman, mestinya petani harus mulai rasional dalam memupuk," terangnya.

"Karena tanahnya itu udah di uji kesuburannya. Kadang petani kita memupuk agar kelihatan hijau tanamannya, padahal itu belum tentu baik, dan hasilnya produktif,"sambung Riadi.

Namun, ia juga berharap agar kita bersama-sama mengawasi program subsidi. Peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan sangat dibutuhkan.

Di akuinya, persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi memang kompleks karena melibatkan banyak pihak hingga petani sebagai pengguna. "Akar masalahnya bisa diperbaiki dari pengawasan, hingga mengubah kebiasaan petani,"sebutnya.

Riadi juga menegaskan, sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49/2020, pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani yang telah bergabung dalam kelompok tani yang menyusun Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

"Gak bisa petani medapatkan pupuk bersubsidi kalo tidak terdaftar dalam e-RDKK, makanya saat pengambilan pupuk ke pihak distributor harus membawa bukti dengan berupa kartu Keluarga/KTP, nanti akan dicek, kalo tidak terdaftar gak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi," terangnya. (Red/O'im)