Incinews.net
Sabtu, 26 September 2020, 17.51 WIB
Last Updated 2020-09-26T09:56:15Z
NTBPilkada

Problem dan Solusi Pilkada NTB 2020

Oleh Didi Muliadin (Ketua Bidang Internal Badko HMI Nusra Priode 2018-2020)

Saya mengambil sampling observasi di wilayah kabupaten Dompu yang menurut saya di Daerah lain juga berpotensi sama. Kenapa harus Dompu sebagai sampling karna saya putra asli Dompu memiliki hak secara domain wilayah domisili sehingga ketika menilai Perkembangan Politik di Dompu itu menjadi preseden baik dan mewakili sebagaian Pemuda Milenial di Dompu. 

Menyikapi problem Pilkada di Kabupaten Dompu akhir-akhir ini sangat meresahkansaya secara pribadi, Saya Putra Dompu prihatin melihat kondisi Masyarakat yang mengedepankan Rasa (Amarah) dari pada Rasio (Akal Sehat). Secara Psikologi dan Gaya Praktek Politik di kabupaten Dompu, saya melihat semacam ada doktrin yang berkembang : 

“Bahwa mendukung masing-masing paslon adalah bukan sekedar tentang politik adu ide dan gagasan untuk membangun atau pesta demokrasi untuk memilih pemimpin tapi yang terlihat di Pilkada Dompu adalah taburan genderang perang antar pendukung dengan pendukung secara fanatik, ini seolah-olah bak tokoh Pandawa dan kurawa di film MAHABRATA,"

Mereka semua sebenarnya bersaudara tapi terjadi saling perang, serang dan menjatuhkan secara fisik dan Fitnah untuk merebut tahta singgasana kerajaan, inikan sangat berbahaya bagi keberlangsung kehidupan masyarakat kebawah, di mana tatanan sosial harus tetap kondusif dan damai apa lagi kita masih dihadapkan dengan kondisi COVID-19 yang terus menghantui kita. 

Saya memantau perkembangan di sosial media terutama di Facebook ( FB ) masyarakat Dompu secara umum bahwa Mereka para pendukung saling mempengaruhi dan menggiring semangat di sosial media kearah yang black campain (menghasut, membenci dan mencaci serta tidak saling sapa antara satu dengan yang lainnya) walaupun sebagian orang menganggap ini hal yang wajar tapi berbanding terbalik ketika kata wajar dengan melihat efek secara sosial karna trend secara real di lapangan kan Lebih besar mudaratnya kalau hal ini terus di biarkan akan menjadi budaya serat mengakar dan tentunya akan berulang kembali disetiap perhelatan demokrasi. 

seharunya sosial media digunakan untuk mencerahkan perspektif publik kearah kampanye sehat misalnya para pendukung menerjemahkan secara sederhana atau menjelaskan visi-misi para calonnya masing-masing dengan diskusrsus yang kontruktif serta rasional di status dan baranda FB mereka, walaupun sebagaian kecil telah melakukan itu tapi tidak bisa menutupi trand konten negatif yang selalu mengalami peningkatan. 

Jika kita kaitkan dengan konteks kekinian maka politik kultur feodalisme dan atau politik anarkisme yang melibatkan perasaan yang mendalam bagi para pendukung yang berefek kepada over fanatisme sangat tidak sehat dan sangat merugikan serta tidak sesuai dengan kemajuan saat ini. 

Karna menurut saya prespektif tentang kedewasaan masyarakat ketika berpolitik dilihat dari dinamika yang diperlihatkan dari psikomotorik dan afektif dari masyarakat itu sendiri maka perlu ada penguatan wilayah kognitif yaitu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. 

Maka di sini peran Partai Politik, lembaga Penyelenggara dan Para Tokoh serta elemen masyarakat untuk memberikan pendidikan politik yang baik dan sehat kepada masyarakat kebawah.

Animo politik seharusnya bertumpu pada prespektif berbungkus rasionalitas sehingga benar-benar mampu memandang atau melihat visi misi para kandidat paslon secara objektif yang mana yang serius membangun untuk kemajuan ummat dan daerah serta bangsa.

Maka sebagai Pemuda yang ingin membawa Perubahan ke arah kemajuan, maka saya mengajak seluruh elemen terutama unsur-unsur atau Bada-badan atau perangkat-perangkat yang berkaitan langsung dengan politik untuk terus menjaga kondusivitas serta meminimalis terjadinya konflik horisontal di antara masyarakat. Terutama Paslon yang berkontestasi agar mempresure para pendukungnya untuk tidak melalukan tindakan yang merugikan kepentingan umum serta mentaati Protokol kesehatan COVID-19 agar tidak berpotensi muncul Klaster baru yaitu Klaster Pilkada.