Incinews.net
Minggu, 17 Mei 2020, 14.18 WIB
Last Updated 2020-05-17T09:05:09Z
HeadlinePolitik

Lahan Sirkuit MotoGP Madalika Bermasalah, DPR RI Tantang ITDC Adu Data Tanah


Mataram, incinews.net: Polemik lahan Sirkuit MotoGP Mandalika hingga saat ini belum menemukan titik terang. Padahal perhelatan MotoGP Mandalika Lombok sebentar lagi digelar. Hal itu pun membuat prihatin salah satu anggota DPR RI, HM. Syamsu Luthfi yang notabenenya berasal dari Pulau Lombok.

Ia mengungkapkan bahwa polemik ini seharusnya dapat segera diselesaikan oleh Gubernur saat ini. Karena semuanya telah tersusun rapi, bukan malah mengacaukan apa yang telah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya.

"Gubernur harus bertanggungjawab. Pemerintahan sebelumnya sudah memberisan legasy yang baik dalam penuntasan masalah ini. Tinggal dilanjutkan saja, kok Gubernur ini malah buat rencana lain yang buat permasalahan ini semakin rumit. Bukan mempermudah masyarakat, malah mempersulit masyarakat untuk mendapatkan haknya," terang Syamsul Luthfi.

Ia juga meragukan keseriusan Gubernur NTB untuk perhelatan MotoGP Mandalika ini. Bahkan ia menuding Gubernur NTB tidak mampu membela masyarakat. Khususnya di sekitaran sirkuit MotoGP Mandalika tersebut.

"Gubernur ini tidak mampu urus rakyatnya. Hak masyarakat tidak bisa ia pertahankan," geramnya.

Ia menyayangkan sikap pemerintah provinsi yang tidak serius membantu masyarakat dalam mempertahankan haknya. Sehingga ITDC selaku vendor MotoGP Mandalika semena-mena terhadap masyarakat.

"Gubernur ini seperti tidak peduli terhadap rakyat. Perhelatan MotoGP Mandalika ini kurang setahun lagi, tapi tanah masyarakat belum selesai dibayar. Malah ITDC ini main garap, terus pemerintah juga diam saja," tuturnya.

Karena itu, ia pesemis perhelatan MotoGP Mandalika hanya di angan. 
MotoGP 2021 Mandalika berpeluang gagal karena permasalahan yang tidak kunjung usai.

"Ini akan gagal jika lahan masyarakat belum dibayar. Kalau lahan masyarakat ini diambil paksa, saya akan berdiri untuk masyarakat," tegas Lluthfi.

Luthfi juga berencana dalam waktu dekat akan bertemu beberapa pihak. Termasuk Gubernur, untuk mengklarifikasi permasalahan ini agar masyarakat segera mendapatkan haknya.

"Saya curiga ada skenario yang merugikan kepentingan masyarakat yang akan ditempuh dalam langkah penyelesaian lahan ini," ungkapnya.

Ia meminta kepada pemerintah untuk menggunakan pola pendekatan sosial dan menghindari pola pendekatan kekuasaan seperti jaman orde baru.

"Karakter masyarakat kita itu tidak pernah mau mengaku-ngaku kalau bukan haknya lagi. Buktinya 1.035 hektare yang sudah dibebaskan tidak pernah ada yang ngaku-ngaku lagi sebagai pemilik lahan," cetus politisi Partai NasDem itu .

Sepengetahuan mantan Wakil Bupati Lombok Timur itu pula, sangat banyak pembangunan infrastruktur nasional di berbagai daerah. Namun tidak mengalami kendala seperti yang ada di KEK Mandalika. Hal itu lantaran pola pendekatan Presiden yang digunakan adalah pola pendekatan sosial, bukan pendekatan represif atau pendekatan kekuasaan. Lagi pula kepolisian atau aparat penegak hukum lainnya tidak mungkin mau di bentur benturkan dengan masyarakat

"Kan tahu sendiri, pendekatan kekuasaan sejak dulu terbukti tdak pernah berhasil, kepolisian atau aparat tidak mungkin mau dibenturkan dengan masyarakat, presiden jokowi sudah memeberikan contoh berkali- kali soal cara penyelesaian lahan, kok ITDC malah tidak ikuti pola itu, jika serius satu minggu saja masalah ini pasti selesai, gampang sekali karena semua sudah jelas" gumamnya. 

Dari itu, Syamsul Lutfi berani menantang ITDC buka-bukaan dengan masyarakat. Karena sebelumnya, ITDC mengklaim sebagian dari tanah milik masyarakat adalah HPL.

"Kalau berani, mari sandingkan data. Jangan hanya ngaku ngaku HPL tapi risalahnya bagaimana, Jadi semuanya jelas, siapa yang benar. Masyarakat juga gak mungkin ngaku-ngaku kalau memang mereka tidak punya bukti kepemilikan," tandasnya. 

Sebelumnya Anggota Komisi II DPR RI ini melaksanakan sidak ke Sirkuit Mandalika. Dalam Sidak itu, dirinya mendapatkan beberapa fakta tentang masalah lahan. Mulai dari lahan masyarakat yang diserobot, hingga lahan yang tidak diakui. Ia berkesimpulan bahwa ada permainan di balik permasalahan ini. (red)