Incinews.net
Jumat, 14 Februari 2020, 18.22 WIB
Last Updated 2020-02-14T15:55:50Z
HeadlineSosial

Ada Tarian Telanjang di Metzo Senggigi, Pemilik: Tidak Tau dan Tidak Pernah Menyiapkan

Foto: Ni Ketut Wolini selaku Owner Metzo Executive Club dan Karaoke. (O,im)

Mataram, incinews.net: Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu daerah andalan Indonesia untuk pengembangan wisata halal dunia. Bahkan pada 2016 lalu, Indonesia meraih 12 dari 16 penghargaan di bidang pariwisata pada ajang World Halal Travel Awards di Unites Arab Emirates.

Lombok-NTB mendapatkan paling banyak penghargaan. Lombok menerima tiga penghargaan, yaitu World Best Halal Beach Resort, World Best Halal Honeymoon Destination dan World Best Halal Travel Website dan pada tahun 2019 lalu NTB dinobatkan sebagai destinasi wisata halal terbaik di Indonesia, versi Indonesia Muslim Travel Index. 

Namun penghargaan sebagai wisata halal kini tercoreng. Pulau Lombok yang terkenal dengan masyarakatnya yang religius dinodai aksi amoral adanya penari telanjang disalah satu Klub Malam dikawasan wisata Senggi Kecematan Batu layar  Kabupaten Lombok Barat.

Aksi itu terungkap setelah Tim Subdit IV Bidang Remaja, Anak-anak dan Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda NTB mengamankan dua orang perempuan, sekitar pukul 20,30 Wita, Rabu malam (5/2/2020) kemarin.

Kedua perempuan ini diduga menyajikan tarian telanjang (striptis) di salah satu room di Metzo Executive Club da Karaoke di Jalan Raya Senggigi, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat.

Kedua perempuan ini berinisial YM alias NT, 35 tahun, asal Kota Cilegon dan SM alias KR, 23 tahun, asal Serang Provinsi Banten.

Menangapi hal itu, Owner (pemilik) Metzo Executive Club dan Karaoke Ni Ketut Wolini dihadapan sejumlah media menegaskan bahwa tidak mengetahui ada tarian telanjang yang di lakukan oleh dua orang pemandu lagu bersama  di tempat itu. "Selaku pemilik meluruskan bahwa pihaknya tidak pernah menyiapkan penari tanpa berbusana bagi pelanggan,"katanya, kamis (13/2/2020).

Begitu juga dengan paket khusus bagi pelanggan yang ingin memesan penari tanpa busana. Kata ia, Sebagai penanggung jawab, tentu tidak pernah menyiapkan penari tanpa berbusana. Termasuk soal kegiatan yang berefek buruk pada Metzo, "rambu-rambunya jelas tidak mengizinkan adanya kegiatan semacam itu,”terang wanita yang juga Ketua PHRI dan Apindo NTB kepada wartawan di kantor Apindo.

"Demi Tuhan saya tidak tahu ada pelayanan tari telanjang," tambhanya. 

Lebih lanjut ia mengatakan, Kami di manajemen dan owner tidak pernah menyediakan layanan semacam itu, apalagi sudah jelas ada aturan yang tidak membolehkan adanya perbuatan asusila, "menggunakan narkoba, membawa sajam dan senpi atau perbuatan melawan hukum. Itu aturan yang sudah di terapkan sejak dibangunnya Metzo,” ujarnya.

Wolini, mengaku mengetahui ada kasus tarian telanjang setelah mendengar informasi melalui media massa. Karena, saat kasus tersebut diungkap Polda NTB, dirinya sedang berada di Jakarta selama satu Minggu. Sehingga, dirinya belum sempat memberikan klarifikasi terkait hal tersebut. Karena itu, ia pun meminta publik untuk tidak buru-buru menghakimi dirinya. Karena praktek tarian telanjang tanpa busana itu di luar sepengetahuannya.

Selain itu, ia mengaku sangat menyesalkan adanya kejadian tersebut, karena mencoreng nama baiknya dan tempat usahanya. Ia pun meminta kepada semua pihak untuk tidak menuding manajemen dan owner yang seolah olah menyediakan layanan penari tanpa busana tersebut.

“Saya akui kecolongan karena memang ini juga di luar kemampuan dan saya sebagai Ketua PHRI tidak akan mungkin senekat itu,” ucap Wolini.

Ia menegaskan akan menindak pengelola Metzo jika terbukti secara hukum menyediakan penari tanpa busana secara diam-diam. “Jika nanti terbukti siapapun di situ kami akan pecat. Sementara ini kami masih menunggu proses hukum di Polda NTB,” tegasnya.

Wolini berharap Metzo bisa kembali beroperasi. Juga memperketat pengawasan agar tidak kecolongan lagi, seperti adanya tarian tanpa busana ini.

“Selama ini baik-baik aja, kita menyadari hanya saja ini kecolongan,” ucapnya.

Ia selaku owner mengakui selama Metzo beroperasi di Senggigi tidak ada sesuatu yang mencederai nama perusahaan. “Ini mengagetkan, sementara saya tidak pernah tau,” ujarnya.

Soal pajak, ia tidak memberi komentar panjang. “Tapi kami paling rutin stor pajak 25 persen, itupun caranya nyicil. Tanpa absen,” katanya. (inc)