Syamsuddin,SH,MH
Bima,Incinews.Net- Akademisi
Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Muhammadiyah Bima, Syamsuddin,SH,MH.
Menanggapi adanya Pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Dikabupaten Bima. Pada Rabu (24/4).
Syamsuddin, berpandangan Pemilu
tahun 2019 merupakan pemilu terberat dan paling rumit dalam sejarah pemilu di
Indonesia, karena disamping berbiaya tinggi juga telah memakan korban yang
cukup banyak,Ungkapnya.
“Sesungguhnya PSU tidak
hanya terjadi di Kabupaten Bima atau di sebagian wilayah NTB saja, akan tetapi
juga banyak terjadi dibeberapa tempat
terutama dipulau jawa dan sumatera”,Katanya.
Ia Menyoroti Khusus di
Kabupaten Bima, adanya dugaan Pemilih di bawah umur dan terdapat pemilih
pindahan dari Luar Propinsi NTB. seharusnya berdasarkan UU dan PKPU hanya
berhak memilih Capres dan Cawapres namun diberikan lima kertas surat suara dan
mencoblos semuanya, dan ada juga Pemilih Pindah dari Kabupaten berbeda dalam
propinsi yang sama diberikan hak mencoblos Caleg DPRD Kabupaten, dan sejenis
persoalan lainnya,Terang Syamsuddin.
“Tindakan tersebut melanggar, dan mungkin saja
karena ada kelalaian Anggota KPPS yang tidak cermat dalam memahami aturan hukum
dan teknis pelaksanaan pemungutan suara pemilu 2019”,Katanya.
Dijelaskan Syamsuddin, Secara
normatif, PSU itu dilakukan atas Rekomendasi Bawaslu/ Panwaslu dalam hal ada
temuan atau laporan yang berdasarkan kajian dan pemeriksaannya, terdapat
keadaan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 732 ayat (2) UU 7/2017 serta Pasal
65 ayat 2 PKPU No. 3/2019 Jo. PKPU No. 9/2019.
“Dalam keadaan yang demikian
terbukti, maka rekomendasi PSU harus dilaksanakan oleh KPU. Kalau tidak
dilaksanakan bisa berdampak etik dan pidana bagi anggota KPU sendiri, hal
inilah yang harus dipahami oleh peserta
pemilu dan masyarakat”,Ingatnya.
Alumni Universitas
Diponegoro Semarang ini, berharapa peserta, simpatisan, Team sukses serta
masyarakat harus bisa menerima pelaksanaan PSU, karena itu ketentuan
undang-undang pemilu,Tutupnya.(Inc).