Media insan cita (inciNews.net) Mataram-Peraturan Daerah (Perda) tentang Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB), yang disahkan DPRD NTB melalui Rapat Paripurna pada 30 Juni 2025 lalu, ternyata masih mandek di jalan.
Meski sudah mendapatkan evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Perda yang seharusnya menjadi landasan penataan birokrasi besar-besaran itu belum juga diundangkan. Dampaknya, eksekusi perombakan struktur organisasi dipastikan tidak bisa dilakukan tahun ini.
Hal ini ditegaskan anggota DPRD NTB, H. Muhammad Aminurlah atau akrab disapa Maman. Menurutnya, tanpa pengundangan, Perda SOTK hanya akan menjadi dokumen macan kertas yang tak punya kekuatan eksekusi.
“Tidak mungkin Perda SOTK itu bisa dieksekusi tahun ini karena sampai hari ini belum diundangkan,” tegas Maman, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) yang pernah menjabat Pimpinan DPRD Kabupaten Bima dua periode, saat ditemui wartawan di Udayana. Minggu (24/08)
Maman menegaskan, menata ulang birokrasi bukanlah pekerjaan mudah. Ini bukan sekadar memindah pegawai atau menggabung dinas. Ada konsekuensi serius mulai dari perubahan formasi Eselon II, III, IV, jabatan fungsional, hingga penyesuaian anggaran pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) baru.
“Meski sudah ada perencanaannya, mengeksekusi itu tidak gampang. Belum lagi, KUA-PPAS Tahun Anggaran 2026 saja sampai hari ini belum diajukan,” katanya.
Menurutnya, kondisi ini semakin rumit karena sesuai ketentuan UU Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 12 Tahun 2019, dokumen KUA-PPAS seharusnya diajukan paling lambat minggu kedua Juli dan ditetapkan paling lambat minggu kedua Agustus.
Maman juga mengingatkan, pembahasan KUA-PPAS TA 2026 tidak boleh dilakukan asal-asalan. Menurutnya, butuh waktu minimal satu bulan untuk merumuskan program, kegiatan, dan sub-kegiatan yang benar-benar matang serta sesuai dengan visi-misi Gubernur NTB.
“Kalau cuma dibahas sehari dua hari, hasilnya pasti setengah matang. Padahal penataan birokrasi ini butuh perencanaan serius,” tegas anggota Pansus Raperda SOTK tersebut.
Selain itu, DPRD NTB juga pernah memanggil Penjabat Sekretaris Daerah (PJ Sekda) untuk hadir dalam rapat Badan Anggaran (Banggar), tetapi undangan itu tak direspons.
“Kita ingin mempertanyakan langsung progresnya. Sayangnya, PJ Sekda tidak hadir. Padahal ini menyangkut masa depan tata kelola birokrasi NTB,” kesalnya.
Maman menilai, mimpi Pemprov NTB untuk mewujudkan birokrasi berbasis meritokrasi bakal sulit tercapai jika eksekutif tidak patuh terhadap aturan dan tenggat waktu.
“Kalau birokrasi kita masih abai terhadap ketentuan perundang-undangan, jangan mimpi meritokrasi bisa diwujudkan. DPRD tugasnya membantu mengingatkan, supaya regulasi ini bisa dijalankan dengan baik,” pungkasnya.
Mandeknya Perda SOTK dan molornya pengajuan KUA-PPAS TA 2026 memunculkan tanda tanya besar soal keseriusan Pemprov NTB menata birokrasi. Tanpa langkah cepat dan koordinasi matang antara eksekutif dan legislatif, target penataan birokrasi sesuai visi-misi Gubernur terancam hanya menjadi wacana.