Incinews.net
Kamis, 26 Mei 2022, 19.22 WIB
Last Updated 2022-05-26T11:24:52Z

Motif Founding Father of the Republic of Indonesia Mempertahankan Pulau-Pulau Kecil di Negara Kepulauan Indonesia dalam Sudut Pandang Sumberdaya Alam

Dipersembahkan Khusus untuk Almarhum Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si.

Oleh: Luhur Nugroho, M.Si.


Negara Unitaris dan Federalis

Perbedaan sudut pandang antara para pendiri negara Indonesia dibagi menjadi konsep Unitaris dan Federalis, kemudian disepakatilah secara mufakat bahwa Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (Unitaris). Kedua konsep tersebut dapat dimaknai dengan kesadaran penuh pada kondisi faktual pada saat itu, Hatta dengan konsep federalis memiliki pemahaman bahwa Indonesia serta sumberdaya alam yang melimpah dengan kekhasan di masing-masing wilayahnya dapat bersaing secara sehat yang kemudian saling bahu membahu dalam membangun negara federasi yang kemudian akan mampu menjadi kekuatan besar ketiga pada masanya selain Uni Soviet dan Amerika Serikat (juga negara federasi). Bak mata koin yang berlawanan Soekarno justru memiliki sudut padang yang berbeda, Ia berpendapat bahwa Indonesia lebih pantas menjadi Negara Kesatuan (Unitaris). Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia secara empiris dibangun diatas sisa-sisa corak kerajaan yang dikikis melalui pola Devide et Impera, Soekarno menganggap bahwa hal yang utama yang harus dibangun adalah nation and character building. Negara Kesatuanlah yang dianggap pas sebagai landasan dalam bernegara yang bersifat kepulauan yang sangat luas.


Negara Kepulauan dan Potensi Pulau-Pulau Kecil di Indonesia

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar didunia memiliki dua pertiga dari wilayahnya berupa lautan Indonesia yaitu 6,32 juta (km²) dengan 17.504 pulau-pulau (Pudjiastuti 2016), dan merupakan salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada yaitu 99.093 km² (Pudjiastuti 2016). Termasuk 111 Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT), yang terdiri dari 69 pulau tidak berpenduduk dan 42 pulau berpenduduk, dan dipersatukan laut dari Sabang sampai Merauke. Hingga 2021, jumlah pulau yang telah dilaporkan ke PBB pada sidang UNGEGN tanggal 3-7 Mei 2021 di New York mencapai 16.771 pulau bernama, yang terdiri dari 1.709 berpenduduk (10,19 penduduk) dan 15.062 tidak berpenduduk (89.81 persen, merupakan aset bangsa Indonesia yang harus dikelola dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa dan negara. Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang cukup besar karena didukung oleh letaknya yang sangat strategis dari aspek pertahanan dan keamanan khususnya aspek ekonomi pada ekosistem khas tropis dengan produktivitas hayati tinggi yaitu terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), dan hutan bakau (mangrove). Kekhasan ekosistem tropis serta kondisi ekosistem pulau-pulau kecil masih sangat baik memiliki konsekuensi logis pada melimpahnya sumberdaya pulau-pulau kecil, khususnya perikanan tangkap. Kemudian ditinjau melalui proses pembentukan pulau-pulau di Indonesia tidak dapat dipisahkan oleh Indonesia berada dalam jalur The Pacific ring of fire atau Cincin Berapi Pasifik yang ditandai dengan aktivitas vulkanik tinggi. Kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki potensi tinggi terhadap bencana seperti: Gerakan lempeng, letusan gunung berapi, gempa bumi, hingga tsunami. Selain bencana, magma yang keluar dari perut bumi di The Pacific ring of fire membawa berkah, karena diperkirakan mengandung berbagai logam berharga serta mineral-mineral lain. Pulau-pulau kecil yang terbentuk secara alami melalui mekanisme vulkanis akibat adanya patahan pada lempengan bumi sehingga terjadi pemisahan sebagian masa daratan dari pulau induk (maindland) Fahrudin et al (2019). Akan tetapi kondisi tersebut juga dapat menjadi buah simalakama, karena wilayah-wilayah Indonesia memberikan kilauan-kilauan daya tarik bagi para investasi, khususnya perusahaan-perusahaan tambang dunia.


Tambang Pulau-Pulau Kecil

JATAM mendokumentasikan dan menunjukkan kepada tentang status keselamatan pulau-pulau kecil yang kini terancam oleh pertambangan mineral dan batu bara. Dari 55 pulau kecil yang kini dikavling oleh pertambangan mineral dan batu bara. Komoditas terbanyak yang ditambang di pulau-pulau kecil ini adalah komoditas nikel, yakni 29 pulau kecil atau setengah dari seluruh pulau kecil yang memiliki operasi pertambangan dan masih banyak lagi mineral di pulau-pulau kecil seperti: Emas, Pasir Besi, dan Sumberdaya Tambang lainnya (Laporan JATAM 2019). Di sisi bersamaan potensi pulau-pulau kecil di Indonesia khusunya yang berasal dari wilayah pesisir dapat dijadikan sumber pangan di masa yang akan datang, seperti: ikan-ikan karang (perikanan tangkap) serta potensi ekonomi yang lain seperti: aspek pariwisata. Fahrudin (2008) mengemukakan bahwa Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan yang dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan kemungkinan pengembangannya, wilayah pesisir memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, apalagi bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun demikian, peranan tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila mengabaikan aspek kelestarian lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).


Dimensi-Dimensi Keberlanjutan.

Status keberlanjutan untuk generasi yang akan datang berupa alokasi sumberdaya akan mencapai optimal dengan mempertimbangkan kehidupan generasi yang akan datang.


Fahrudin (2014) mengemukakan beberapa dimensi keberlanjutan, yakni:

Dimensi ekologi merupakan dimensi utama dalam menjaga keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat dikelola secara berkelanjutannya untuk generasi yang akan datang. Tanpa adanya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, maka akan terjadi degradasi sumberdaya alam dan lingkungan yang merupakan habitat bagi ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dimensi ekonomi merupakan dimensi pendukung untuk menjaga keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat mempertahankan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan dimensi ekonomi berarti sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki nilai positif dan bernilai ekonomis penting untuk menunjang keberlanjutan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Dimensi sosial budaya merupakan dimensi pendukung yang dilakukan oleh masyarakat dan stakeholder yang menjaga dan melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kepentingan masnuisa di masa yang akan datang. Dimensi ini menunjukkan bahwa tanpa campur tangan manusia yang memiliki kepedulian terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, akan terjadi degradasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, untuk itu diperlukan pengetahuan tentang pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta adat istiadat yang masih dipertahankan oleh masyarakat setempat.

Dimensi kelembagaan juga merupakan dimensi pendukung yang dapat mengikat masyarakat dan stakeholder dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan adanya dimensi kelembagaan berarti masyarakat dan pemerintah dapat bekerjasama dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Menerka-nerka Motif Sumberdaya Alam Founding Father of the Republic of Indonesia Mempertahankan Pulau-Pulau Kecil di Wilayah Negara Kepulauan Indonesia

Persamaan dalam perbedaan sudut pandang Founding Father of the Republic of Indonesia tetap memiliki visi sama yakni kesejahteraan bangsa serta kemandirian negara dengan memanfaatkan modal-modal sumberdaya secara optimal sehingga mampu berdaulat serta mampu menjadi bangsa unggulan. Beliau-beliau yang menjadi ujung tombak dalam perlawanan terhadap hegemoni kolonialisme tentunya paham serta tau bahwa Hindia Belanda dalam waktu yang lama telah mengetahui bahkan melakukan mapping terhadap potensi sumberdaya, bahkan beberapa pulau-pulau kecil terluar perbatasan di ujung utara Indonesia berusaha tetap direbut agar masuk kedalam kedaulatan negara Indonesia walaupun wilayah tersebut tidak pernah dijajah oleh Hindia Belanda. Kondisi tersebut tergambar pada Konferesi Meja Bundar, persidangan yang dimulai sejak 24 Agustus 1949. Hindia Belanda meminta pihak Indonesia menanggung beban utang Hindia Belanda sebesar 6,1 miliar gulden dengan rincian 3,1 miliar gulden dalam bentuk utang luar negeri dan 3 miliar gulden utang dalam negeri sebagai syarat agar Hindia Belanda mengakui kedaulatan negara Indonesia. Syarat tersebut diterima secara lantang oleh Hatta yang berlatar belakang pendidikan Doktor Ekonomi dari Sekolah Tinggi Ekonomi Rotterdam yang kemudian mengeluarkan konsep-konsep ekonomi kerakyatan guna mensejahteraan masyarakat Indonesia.


Hindia Belanda sendiri terkenal sebagai bangsa yang melakukan perlayaran untuk melakukan eksplorasi sumberdaya, bukti nyata Hindia Belanda adalah bangsa yang melakukan mapping sumberdaya yang handal, yakni: Seperti wilayah pegunungan Semeru dan Pangalengan yang digunakan wilayah peternakan, wilayah daratan tinggi lembang juga dijadikan pusat pengamatan astronomi, wilayah Bogor digunakan sebagai wilayah pertanian, dan di beberapa wilayah dijadikan perkebunan bahkan diperkuat dengan berdidirinya benteng-benteng Hindia Belanda guna menjaga wilayah jajahannya.


Tidak hanya Hindi Belanda melalui perusahaan dagangnya (VOC), beberapa negara lain juga tertarik pada potensi sumberdaya di wilayah indonesia (Nusantara pada saat itu), seperti: Portugis, Spanyol, Prancis, Inggris, dan Jepang. Melalui kondisi-kondisi empiris (historis), serta fakta-fakta terdahulu dan saat ini (target investasi), bahkan pemerintah saat ini menjual program investasi. Kesadaran kelimpahan sumberdaya yang belum mampu dimanfaatkan secara optimal oleh bangsannya sendiri menjadi perlu diluruskan kembali sebagai bentuk meneruskan keinginan atau cita-cita Founding Father dalam menciptakan masyarakat sejahtera serta mampu menciptakan masyarakat adil dan makmur. Adil mendapatkan kesempatan dalam aspek manapun (khususnya pendidikan), keadilan secara ekonomi, politik, serta budaya. Sehingga generasi yang akan datang tidak menanggung dosa atau beban terhadap para leluhurnya yang tidak henti memikirkan bagaimana mempersatukan dan mensejahterakan rakyat Indonesia.


Soekarno dalam bukunya yang berjudul Di Bawah Bendara Revolusi mengungkapkan tentang kesejahteraan rakyat Indonesia, “…prinsip kesejahteraan ialah tidak akan ada kemiskinan Indonesia merdeka…”. Kesejahteraan masyarakat dianggap menjadi jalan menuju masyrakat adil dan makmur yang selalu menjadi tujuan kemerdekaan rakyat Indonesia. Namun sampai saat ini definisi masyarakat adil dan makmur masih belum diterjemahkan secara baik, benar, dan terperinci dengan dasar sebagai manusia yang terdidik dan tercerahkan seperti para pendahulu.