Oleh:
DAMRAH
Opini-Hari
jadi Bima menjadi momentum bagi masyarakat Bima untuk mengenang sejarah
kerajaan dan kesultanan Bima, juga sekaligus mengintrospeksi diri. Apakah kita
masih melestarikan Budaya dan Adat Istiadat ke-Bima-an kita (kearifan lokal)
dalam kehidupan sehari-hari atau kita sudah terlalu jauh meninggalkannya dan
cenderung berkiblat pada budaya-budaya Barat yang notabene disebut modernisasi.
Terutama dikalangan generasi muda yang semakin
hedonis dan menganggap melestarikan kearifan lokal sebagai bentuk ketinggalan
zaman. Kerap kita dengar dari generasi muda bahwa yang kental dengan kearifan
lokal dicap norak, kuno, ketinggalan zaman karenaini sudah zaman modern.
Tanpa
sadar bahwa pernyataan itu merupakan bentuk kemunduran berfikir, mestinya
dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan infromasi yang mudah diakses di
zaman modern ini menjadi peluang bagi kita untuk terus melestarikan dan
mempromosikan kearifan lokal di kancah nasional maupun di kancah internasional.
Pada era 90-an, kita
masih menyaksikan pertunjukkan kearifan lokal Bima pada acara pernikahan dan
acara khitan seperti Mpa’a Buja Kadanda, Mpa’a Sila, Mpa’a Gantao, Kareku
Kandei, Tari Wura Bongi Monca, Dziki Hadra, Olo, Rimpu Colo, Rimpu Mpida, Siki
Lanta, Baju Bodo, Boe Katongga, dan lain-lain.Nah sekarang di abad ke-20 sudah
hampir tidak ditemukan ada pertunjukan budaya dan kesenian Bima di acara-acara
pernikahan dan acara khitan, sudah diganti dengan organ tunggal yang cenderung mengundang kemaksiatan.Paling kita menyaksikannya ketika Upacara HUT Bima, HUT
RI atau hari-hari besar nasional.
Untuk menanamkan
nilai-nilai kearifan lokal pada generasi muda tidak bisa diwujudkan hanya
dengan upacara seremonial yang digelar setiap tahun,
tetapi haruslah ada inovasi yang dapat diterapkan secara intens dan sustainabel.Misalnya;Pertama, Sekolah-Sekolah tidak cukup
dengan belajar teori, tetapi haruslah difasilitasi dengan alat dan perlengkapan
Kesenian dan Budaya Bimasehingga peserta didik dapat mengenal dan
mempraktekkannyalangsung juga perlu untuk dilombakan agar peserta didik
termotivasi. Kedua, setiap Instansi
diwajibkan mengenakan pakaian adat sekali dalam seminggu pada hari kerja.
Ketiga, kita kembali pada masa dulu
dengan menampilkan lagi budaya dan kesenian Bima lewat acara pernikahan dan
acara khitan atau acara apapun yang memungkinan.Keempat, melalui lembaga Sanggar Seni sebagai pusat pelatihan
kesenian dan budaya Bima. Kesenian dan budaya tidak bisa hanya dengan belajar
teori dan menggelar upacara seremonial, tetapi harus dipraktekkan dengan intens
dan sustainabel mulai dari lembaga pendidikan.
Selamat
Hari Jadi Bima Ke-379 (5 Juli 1640-5 Juli 2019)
“Lestarikan Kearifan Lokal Sebagai Kekayaan
Bangsa”