Incinews.net
Minggu, 06 Juli 2025, 00.24 WIB
Last Updated 2025-07-05T16:24:51Z
Hari Jadi BimaHeadlineKebudayaanPemda Bima 2025SosialTokoh

Ady Mahyudi, Simbol “Dou Labo Dana” yang Absen di Puncak Hari Jadi Bima: Ketidakhadiran yang Menggores Makna




Bima, Incinews,Net- Sosok Bupati Bima, H. Ady Mahyudi, kembali menjadi pusat perbincangan publik di tengah peringatan Hari Jadi Bima (HJB) ke-385. Bukan karena pidato monumental atau kebijakan strategis, melainkan karena ketidakhadirannya sebagai Inspektur Upacara dalam seremoni puncak yang dianggap sakral dan penuh makna historis bagi masyarakat Bima. pada 5/7/2025.


Ady Mahyudi selama ini dikenal luas sebagai pemimpin dengan kedekatan emosional terhadap masyarakat akar rumput. Figur bersahaja yang gemar menyusuri pelosok desa, menyapa rakyat tanpa jarak, dan merangkul semua golongan, telah melekat dalam citranya sebagai representasi sejati “Dou Labo Dana”—filosofi lokal yang menjiwai karakter rakyat Bima: sederhana, kuat, dan menjunjung tinggi nilai serta budaya leluhur.


Tak heran, ketika momen penting Hari Jadi Bima tiba, banyak pihak berharap kehadiran langsung sang bupati sebagai simbol pemersatu antara pemimpin, rakyat, dan sejarah. Namun harapan itu pupus. Sosok yang selama ini dielu-elukan sebagai “Ama Rasa”—pemimpin yang mampu merasakan denyut nadi rakyat—justru tak tampil di panggung utama peringatan.


 “Ini bukan hanya perkara seremonial atau protokoler. Ini soal simbolisme kepemimpinan yang mestinya menyatu dalam ritus sejarah dan budaya masyarakat,” ungkap Akhmad, salah satu tokoh adat Palibelo, dengan nada kecewa.


Ketiadaan Bupati Ady Mahyudi dalam posisi Inspektur Upacara dinilai sebagian kalangan sebagai kehilangan makna simbolik dari sebuah perayaan yang mestinya mengukuhkan kembali identitas kolektif masyarakat Bima. Para budayawan, tokoh adat, hingga masyarakat umum, menyayangkan ketidakhadiran tersebut.


 “Kami mencintai beliau. Tapi cinta rakyat itu harus dibalas dengan kehadiran. Tidak hadir di momen seperti ini, rasanya seperti ada ruang yang kosong,” ujar Arif, warga Woha, yang turut hadir dalam upacara peringatan.


Bima yang memasuki usia ke-385 bukan sekadar menua dalam hitungan waktu, melainkan bertumbuh bersama dinamika sejarah dan kepemimpinan. Di tengah geliat pembangunan, identitas dan nilai-nilai budaya tetap menjadi fondasi utama yang mengikat keberadaan rakyat dan pemimpinnya.


Meski demikian, kepercayaan masyarakat terhadap Bupati Ady Mahyudi belum luntur. Banyak yang memahami bahwa satu ketidakhadiran tidak serta-merta menghapus rekam jejak dan pengabdian beliau selama ini. Namun pesan moral dari peristiwa ini menjadi catatan penting bagi masa depan.


“Kita tidak ingin momentum budaya dan sejarah seperti Hari Jadi Bima menjadi rutinitas kosong. Ini harus dimaknai sebagai ruang menyatu antara pemimpin, rakyat, dan akar sejarah kita,” pungkas seorang pegiat budaya dari Kecamatan Monta.


Hari Jadi Bima bukan hanya seremoni, tapi refleksi panjang perjalanan sejarah. Dan ketika simbol cinta rakyat tidak hadir dalam momen sakral itu, maka yang tersisa hanyalah panggung tanpa makna. (Team)