Incinews.net
Selasa, 09 Februari 2021, 23.09 WIB
Last Updated 2021-02-09T15:27:05Z
Lombok UtaraNTB

Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan, DPD RI Evi Sebutkan Teknologi Jadi Kunci Kemajuan Sebuah Bangsa

Foto: Saat Sosialisai Penyampaian Materi Berlangsung.

MEDia insan cita, Lombok Utara: Kegiatan sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan yang dilaksanakan oleh Anggota MRP-RI Senator Evi Apita Maya, S.H., M.Kn di KLU diikuti oleh kelompok mahasiswa dan pelajar bertempat di Sekolah Menegah Atas Negeri (SMAN) 1 Gondang. Kegiatan yang diinisiasi bersama dengan Ikatan Mahasiswa Gondang tersebut berjalan seru, penuh joke yang diawali permainan dan brainstorming yang menarik dari Senator perwakilan NTB tersebut.

Dalam kegiatan tersebut, materi diisi oleh Bapak Andy Rusdi, S.H., MH. dan Bapak Syahbudin, M.Si. Perpaduan dua Alumni HMI Cabang Mataram tersebut mendorong diskusi 4 Pilar Kebangsaan kian hangat. Diskusi berlangsung alot, sentilan beberapa pertanyaan dari peserta membuat debat hangat terjadi antara narasumber Evi, Andy dan Budi.

Dalam diskusi dengan menguat issue globalisasi sebagai tantangan Negara ke depan. Perkembangan teknologi saat ini tidak bisa dinafikan.

Foto: Saat Sosialisasi Berlangsung.

DPD RI Evi Apita Maya, SH, M,.Kn mengatakan,  secara perlahan tata kehidupan mulai bergeser pada informasi dan tekhnologi. Oleh karena itu, generasi muda harus menyikapi perkembangan tekhnologi tersebut dengan sebaik mungkin. 

"Sebagai generasi muda, adik-adik harus belajar dengan giat. Belajarlah hingga kelak kalian menemukan potensi pengembangan diri, dan pada akhirnya adik-adik semua dapat berkontribusi terhadap pembangunan,"sebut Evi.

Senator yang meduduki Posisi Wakil Ketua di Komite III ini sebutkan, fakta hari ini bahwa teknologi menjadi kunci utama kemajuan sebuah bangsa. Bangsa yang maju teknologinya dialah yang akan merajai persaingan global. Oleh karena itu, tentukan arah yang ingin dicapai. 

“Manfaatkan tekhnologi yang tersedia saat ini dengan baik untuk belajar. Hindari hal-hal negative dalam content-nya, namun ambillah hal positifnya” ungkap senator cantik Evi dari NTB tersebut. 

Sementara, Budi yang juga Staff Ahli DPD-RI ini, sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan pada dasarnya untuk meneguhkan spirit nasionalisme bagi anak bangsa ditengah problematika kebangsaan yang kian memprihatinkan. Oleh karena itu, pemahaman warga, terutama generasi muda penerus bangsa terhadap pilar kebangsaan mutlak sebagai tonggak regenarasi cinta terhadap tanah air. Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika dikupas dalam dialetika bersama lewat proses tersebut.

“Generasi harus paham tentang Sejarah Bangsa dan Dasar Negara, sehingga tercipta saling mengerti serta muncul keakraban warga dalam bernegara. Setiap langkah hidup warganya harus mencerminkan kaidah hidup bernegara yang berlandaskan pada pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama negara kita yang sangat heterogen ini’ ungkapnya.

 Pada saat Tanya jawab berlangsung, disampaikan pula kritikan dari peserta yang juga ditanggapi oleh narasumber Andy Rusdi, SH., MH bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara hendaknya tidak dibenturkan dengan ajaran agama yang ada. Justru warga negara yang taat dalam beragama, dia-lah warga negara yang Pancasilais, karena pada dasarnya-nya ajaran agama yang baik adalah tentu menjiwai nilai-nilai Pancasila itu sendiri. 

UUD NRI tahun 1945 sebagai Konstitusi Negara serta TAP MPR mesti dikritisi secara terus menerus untuk menemukan content ideal. Amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan beberapa kali (empat kali perubahan) dalam rentang tahun yang hampir berturut-turut (antara 1999 s/d 2002) justru telah memuat content yang perlu dikaji ulang. Misalnya keberadaan TAP MPR RI. Dulu TAP MPR RI masuk dalam klasifikasi Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-undangan di Indonesia. Namun sekarang tidak. Lantas dimana posisi (legal standing) TAP MPR sebagai produk institusi negara yang didalamnya bergabung lembaga DPR-RI sebagai pembentuk peraturan perundang-undangan dengan lembaga DPD-RI. 

Disamping itu, MPR-RI bukan lagi sebagai Lembaga Tertinggi Negara, tapi Lembaga Tinggi saja (tdk pakai awalan Ter-) yang sederajat dengan lembaga tinggi negara lainnya (Presiden, DPR-RI, DPD-RI, BPK, MA, MK, KY). Padahal keberadaan MPR-RI merupakan gabungan dua Lembaga Tinggi Negara yakni DPR-RI dan DPD-RI. Mestinya ketika dua lembaga tinggi negara ini bergabung, lembaga yang muncul adalah Lembaga Tertinggi Negara sebagaimana konsepsi sebelumnya.

Dalam konteks NKRI sebagai Bentuk Negara, problematika yang patut dikritisi adalah pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. “Jangan sampai negara ini menjadi sentralistik kembali seperti dimasa lalu” ungkap Andy.

Undang-undang Otonomi Daerah yang mengambil kembali kewenangan Pemerintah kabupaten/kota yang telah diserahkan. Asosiasi Bupati dan Asosiasi Walikota seluruh Indonesia mesti mengajukan judicial review terhadap UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang tidak sejalan dengan prinsip dasar Otonomi Daerah. Dimana dalam UUD NRI Thn 1945 titik tekan/tumpu Otonomi Daerah itu berada di wilayah Tingkat II, yakni Kabupaten/Kota, bukan Provinisi, karena Provinsi adalah perpanjangan tangan Pemerintah Pusat. (Red/O'im)