Incinews.net
Rabu, 17 Februari 2021, 21.44 WIB
Last Updated 2021-02-17T13:47:27Z
MataramNTB

FITRA NTB: Pengelolaan Zero Waste Berpotensi Buka Peluang Fraud

Foto: Terlihat Warga dengan menggunakan Motor tiga Roda membuang sampah di Depan Dinas Peternakan NTB.

MEDia insan cita, Mataram: Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyoroti Program NTB Zero Waste yang telah lebih dari dua tahun dijalankan.

FITRA menilai program unggulan Pemprov NTB yang tidak melibatkan kabupaten/kota justru tidak sejalan dengan Undang-Indang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

"Menurut saya Pemprov tidak jalankan kewenanganya sesuai yang diatur UU Pengelolaan Sampah, melaksanakan koordinasi, fasilitasi, pembinaan dan evaluasi kinerja kabupaten/kota," kata Direktur FITRA NTB, Ramli Ernanda, Selasa, (16/2/2021)

Dia mengatakan, seharusnya yang menjadi depan dalam menjalankan program tersebut adalah kabupaten/kota. Namun, justru Pemprov NTB terkesan tidak sinergi bersama kabupaten/kota dalam sukseskan program zero waste.

"Harusnya yang di depan panggung itu kabupaten/kota," ujarnya.

Dia mengatakan, secara konsep program zero waste cukup bagus. Namun implementasi program tersebut jangan sampai mereduksi peran kabupaten/kota yang memiliki wilayah.

"Jadi secara konsep zero waste bagus. Tapi jangan ambil alih atau mereduksi peran kabupaten/kota. Lebih baik siapkan skema dana insentif untuk kabupaten/kota yang berhasil kelola sampah dengan konsep zero waste," sarannya.

Ramli mengatakan, selama menjalankan program zero waste dua tahun belakangan, Pemprov tidak melibatkan kabupaten/kota, hanya hibah kepada pihak ketiga untuk membina bank sampah.

"Ndak ada (libatkan kabupaten/kota). Yang ada itu Pemprov kasih hibah ke pihak ketiga untuk bina bank sampah," tandasnya.

Dia mengatakan, pengelolaan melalui pihak ketiga jika sistem kelola yang kurang baik maka membuka peluang terjadinya fraud (kecurangan).

"Kalau tidak bagus sistem dan tata kelolanya potensi fraud besar," katanya.

Saat ini pada 2021, program zero waste baru melibatkan kabupaten/kota. Namun baru enam kabupaten/kota yang dilibatkan.

"Tapi cuma ada enam kabupaten/kota yang ada untuk 2021," katanya.

Dari sepuluh kabupaten dan kota, di tahun ini Pemprov melibatkan enam kabupaten/kota dalam menjalankan program unggulan tersebut, namun kata Ramli, dana tersebut menggunakan anggaran pada APBD kabupaten/kota.

"Dari APBD kabupaten/kota. Kalau anggaran bantuan atau transfer ke kabupaten kota untuk zero waste sampai saat ini belum ada," ujarnya.

Ramli mengatakan Pemprov tengah jajaki skema transfer anggaran provinsi berbasis ekologi (tape) ke kab./kota untuk dukung pencapaian misi NTB hijau dan asri.

"Kita harap ini segera direalisasikan," katanya.

FITRA meminta agar Provinsi NTB memperjelas perannya dalam program tersebut. "Harus perjelas peran provinsi sesuai kewenangan. Berikan panggung depan untuk kabupaten/kota," ujarnya.

Dia meminta agar provinsi bekerja sesuai dengan kewenangan yang ada pada Peraturan Daerah (Perda). Tidak mengambil alih urusan kabupaten/kota.

"Agar provinsi bisa fokus urus TPS regional, sampah di sungai, dan sampah di pantai sesuai kewenangan yang diatur di Perda," ujarnya.

"Saya pikir sudah jelas di Perda. Pemprov siapkan kebijakan, strategi sebagai panduan bersama dengan kabupaten kota, koordinasi, fasilitasi, pembinaan, evaluasi. Dan kasih insentif untuk yang berhasil," kata Direktur FITRA NTB.

Jika Pemprov menjadi eksekutor dalam pelaksanaan program tersebut, Ramli merasa pesimis program tersebut akan tercapai.

"Kalau jadi ekskutor, susah. Anggaran sudah pasti tidak cukup dan jangkauan terbatas," paparnya.

FITRA sendiri katanya mengaku pesimis jika program tersebut mencapai target pada 2023.

"Yang bisa kita amati, program ini susah capai target dengan pendekatan yang sekarang. 2023 sudah dekat," katanya. 

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Madani Mukarom, mengatakan program zero waste melibatkan pemerintah daerah. Bahkan dia menilai program tersebut tercapai.

“Tanpa Kabupaten/Kota, tidak mungkin capaian zero waste yang berwujud hari ini bisa dicapai. Kami ucapkan terima kasih kepada bupati/wali kota, kepala desa, dan seluruh komunitas warga atas kolaborasinya,” ucap Madani.

Tidak hanya pemerintah daerah, kata Madani Pemprov NTB secara paralel menggandeng seluruh komunitas lingkungan, bahkan difasilitasi Pemda kabupaten/kota berinteraksi dengan desa/kelurahan.

Keterbatasan kewenangan dan anggaran juga disadari Pemprov, sehingga dari sisi proporsi anggaran, 70 persen – 87 persen dari alokasi anggaran, diperuntukkan untuk Tempat Pemrosesan Akhir Regional (TPAR). 

Madani mengatakan dari sisi regulasi persampahan, ada dua model kewajiban pengelolaan sampah, yakni pengurangan sampah dan penanganan sampah. 

Target dari kedua jenis pengelolaan sampah ini sudah ditetapkan secara nasional, melalui Perpres 97/2019 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (SRT) dan Sampah Sejenis Rumah Tangga (SSRT). 

Provinsi dan kabupaten/kota yang diwajibkan menetapkan Jakstrada (Kebijakan dan Strategi Daerah) SRT dan SSRT juga sudah dilakukan, sisa satu kabupaten saja yang belum memiliki Jakstrada, yakni Dompu.

“Kami terus memperkuat kabupaten/kota dalam hal strategi penanganan dan pengurangan SRT dan SSRT,” jelasnya. (Red/O'im)