Incinews.net
Kamis, 11 Juli 2019, 22.19 WIB
Last Updated 2019-07-11T14:19:56Z
HeadlineOpini

Umi Dinda, Lambu Memanggilmu


Oleh; Tarmiji M Tahir
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram

Opini-Negara demokrasi, memberikan ruang yang luas pada rakyat untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya. Karena sejatinya hak menyampaikan pendapat mutlak tidak bisa ditawar-tawar.  Pemerintah yang baik, selalu siap dan terbuka untuk di kritik. Kritik mesti hidup untuk mengingat dan memperingati. Tentu untu menghindari kekuasaan absolut. 

Mengkritik bukanlah bentuk kebencian kita terhadap pemerintah Kabupaten Bima NTB. Melainkan suatu bentuk perhatian yang dimaksudkan untuk  memberikan nilai edukasi yang lebih. Agar pemerintah daearah peka dalam melihat ketimpangan yang terjadi di wilayah Kabupaten Bima. Khususnya di wilayah Kecamatan Lambu. Dan menghadirkan kebijakan yang diharapkan memulihkan ketimpangan.

Ketimpangan yang penulis maksudkan iyalah ketimpangan infrastruktur. Jalan penghubung antara Kecamatan Sape dan Lambu mengalami kerusakan yang parah. Kubangan-kubangan badan jalan menghias badan jalan. Mulai ukuran kecilan, sampai ukuran jumbo. Saya menyaksikan sendiri kengerian melewati jalan itu. Sepeda motor, mobil harus ekstra hati-hati.

Pemerintah Kabupaten Bima hari ini seperti mengabaikan “Perbaikan” jalan tersebut. Mendiami kebutuhan warga disana. Mengingat hak masyarakat mendapatkan manfaat dari pembangunan yang merata dan layak untuk kemanusiaan.

Sejarah mencatat, pada tahun 2012 masyarakat Lambu berdemonstrasi di kantor camat. Premanisme pun dijadikan alat untuk membungkam dan menghadang masa aksi, belum lagi pihak kepolisian ditugaskan untuk mengamankan masa aksi dengan baik. Justru aparat menembak salah satu demonstras hingga lumpuh dan menuai konflik antar masa aksi dengan kepolisian, sehingga terjadi pembakaran kantor camat lambu yang dipicu karena tindakan represifitas. Aksi yang sebenarnya itu menjadi kebahagiaan masyarakat Lambu untuk menyampaikan pendapatnya, tapi justru  berubah menjadi air mata darah bagi masyarakat lambu. Apakah menunggu kucuran darah, demi pembangunan? Entahlah.

Tetapi bagaimana mungkin jalan yang menghubungkan dua kecamatan itu rusak parah. Pertanyaan selanjutnya, apakah umi Dinda menindak lanjuti rekonstruksi perbaikan jalan raya penghubung lambu dan sape? 

Pada dasarnya kesenjangan sistemik itu masih begitu nampak, tak berpikir untuk Hijrah dan Istijhad. Didiamin pun makin menjadi jadi, enggan untuk berbuat dan menerka segala hal di dalamnya. Bahasa Pramodya Ananta Toer “Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan” relevan untuk di ingat. Mungkin perlu melawan, demi memaksa keadilan dirasa. 

Warga Lambu dan Sape menanti kebijaksanaan Pemerintah Kabupaten Bima. Umi Dinda sebagai Bupati mestinya cekatan membaca kebutuhan warga. Tak melihat dengan sebelah mata. Sekiranya telinga pemerintah tajam dan matanya tak buta melihat kenyataan.

Dengan ditampilkannya sikap yang demikian, maka perlu kiranya masyarakat untuk bersikap. Karena sejatinya “Memimpin itu harus siap menderita, bukan bersikap angkuh dan menumpuk harta” itulah pesan H. Agus Salim kepada Bung Karno. Maka Hj. Indah Damayanti Putri harus mampu bersikap seperti apa dikatakan oleh H. Agus Salim diatas, agar  tidak terjerumus dalam jurang kejumudan. 

Saya sebagai bagian dari masyarakat Lambu, menilai bahwa perlu kiranya Masyarakat memblokir  jalan dan memblokade istansi pemerintah. Sebagai bentuk perlawanan dan penyadaran kepada pemerintah daerah Kabupaten Bima.  Saya kira dengan cara seperti ini Pemerintah Kabupaten Bima akan tersadarkan. Serta memberikan perhatian kepada Masyarakat Kecamatan Lambu. Guna melakukan perbaikan jalan penghubung dua kecematan tersebut. Sehingga masyarakat bisa melakukan aktivitas mereka dengan lancar. 

Memblokir dan memblokade istansi pemerintah akhir-akhir ini jadi sarana yang efektif mengingat penguasa. Dan terbukti sangat cepat menghadirkan kebijakan. Itulah gambaran pelik corak pemerintah daerah yang membutuhkan demonstrasi, pemblokiran jalan, untuk menemukan keadilan. Sebab bila pemda peka, tentu akan mudah terbaca kebutuhan masyarakat.