Incinews.net
Sabtu, 17 April 2021, 02.26 WIB
Last Updated 2021-04-16T18:32:29Z
NTBSumbawa

Tokoh Nelayan Ini Digadang Menuju Senayan Tahun 2024

Foto: Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI) Rusdianto Samawa.

MEDia insan cita, Sumbawa: Nasib nelayan Indonesia dari waktu ke waktu belum mengalami perbaikan signifikan. Kehidupan nelayan Indonesia sampai saat ini masih berada di taraf kesejahteraan yang rendah.

Terkait itu, pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 mendatang, banyak kelompok nelayan yang berharap adanya perwakilan mereka yang duduk di Parlemen. Dengan adanya perwakilan nelayan yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), diharapkan aspirasi nelayan bisa terserap dengan baik.

Nama Rusdianto Samawa yang merupakan tokoh nelayan asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini tengah digadang oleh kelompok nelayan di daerah tersebut untuk bisa melenggang ke Senayan pada 2024 mendatang.

Ketua Paguyuban Nelayan Lanra Kabupaten Sumbawa Barat, Jhoni Efendi kepada media ini mengutarakan harapannya agar Rusdianto Samawa dapat memperoleh kesempatan untuk duduk di DPR RI.

“Kita tahu sepak terjangnya beliau (Rusdianto), jiwa tarungnya kuat dan sudah teruji dalam memperjuangkan nelayan. Dari ujung barat hingga ujung timur (Sumbawa), saya sudah lihat banyak masyarakat nelayan yang mendukung beliau,” kata Jhoni, Rabu (14/4/2021) kemarin.

Rusdianto Samawa yang saat ini menjadi Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI) dan pendiri Teluk Saleh Institute sudah beberapa kali berurusan dengan aparat penegak hukum karena memperjuangkan kepentingan nelayan. Yang paling fenomenal ialah kiprahnya dalam menentang pelarangan ekspor benih lobster di era Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Jhoni mengenal sosok Rusdianto sebagai tokoh nelayan yang gigih dan tidak takut terhadap besarnya risiko yang dihadapinya. Dia menyebut Rusdianto sebagai aktivis sekaligus akademisi yang memiliki pemikiran-pemikiran kritis terhadap kemajuan nelayan.

“Ada istilah di Sumbawa ini ‘kuda baru kita kasih di pacuan’. Jadi walaupun kudanya baru tapi jokinya tetap pemain lama yang berpengalaman. Insya Allah beliau bisa menuju ke Senayan. Saya sudah dengar dari seluruh lapisan masyarakat soal kekagumannya kepada Bung Rusdianto,” ungkapnya.

“Saya suka dan tertarik dengan kegigihannya dalam menyuarakan suara nelayan. Kita menaruh harapan yang besar kepada beliau,” tambahnya.

Di mata Jhoni, saat ini kehidupan nelayan khususnya di Sumbawa sangat memprihatinkan. Kesejahteraan nelayan di sini masih sangat timpang dengan profesi-profesi lainnya.

“Bung Rusdianto sudah memperjuangkan berbagai regulasi dari tingkatan pusat hingga daerah agar kehidupan nelayan bisa semakin baik,” pungkas Jhoni.

Senada dengannya, Ketua Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI) Labuahan Mapin, Jataba Boy Saputra Spd, SH menuturkan bahwa termarjinalkannya kehidupan nelayan Indonesia saat ini perlu sosok yang bisa membawa kepentingan nelayan di legislatif.

“Banyak peraturan yang justru memenggal kehidupan nelayan. Maka dari itu perlu kita ikhtiarkan dari sekarang agar ada perwakilan nelayan yang duduk di DPR. Bang Rusdianto merupakan tipikan yang selama ini kita cari,” ujar Boy saat dihubungi terpisah, kemarin

Menurut dia, saat ini banyak anggota DPR yang membidangi masalah kelautan dan perikanan memiliki kesan anti kritik. Padahal, lanjut Boy, kritik merupakan suatu suplemen yang membangun untuk kebaikan nelayan.

“Saat ini nelayan tidak punya keterwakilan. Kita butuh orang yang mengerti anatomi nelayan yang sangat baik dari hulu ke hilirnya. Bang Rusdianto sangat mengerti betul anatomi itu,” jelasnya.

Boy yang merupakan Suku Bajo yang hidup sejak lahir di laut, sangat berharap sekali nelayan dapat hidup sejahtera dan jauh dari marjinalisasi. Dia menyaksikan sendiri banyak nelayan di daerahnya yang tertindas oleh sistem.

“Kita lihat di UU No.45/2009 tentang Perikanan ada pelarangan penggunaan kompresor karena dianggap dapat merusak lingkungan. Seharusnya penegak hukum dapat melihat jernih fenomena ini, memang ada nelayan yang menggunakan kompresor untuk tindakan yang merusak lingkungan tapi di daerah kita kompresor digunakan untuk alat bantu pernafasan saat menyelam menangkap lobster,” bebernya.

Masih kata Boy, jangan seperti orang menangkap tikus dengan membakar rumahnya. Men-generalisasikan kompresor sebagai alat yang merusak lingkungan sangat tidak tepat. Menurut dia, pemerintah juga seharusnya mencari solusi untuk membantu nelayan lobster dalam melakukan aktivitasnya.

“Makannya kita mendorong ada perwakilan nelayan yang mengerti permasalahan nelayan yang mewarnai DPR sebagai satu kesatuan negara Indonesia. Hampir di setiap daerah, permasalahan nelayan itu sama, tidak jauh dari marjinalisasi,” pungkasnya. (Red)