Incinews.net
Selasa, 29 Oktober 2019, 11.55 WIB
Last Updated 2019-10-29T07:26:04Z
HeadlinePemerintah

"NTB Berada Peringkat 5 Dari Provinsi di Indonesia yang Memiliki IPK Tertinggi Nasional"


NTB,Incinews.net- Wakil Gubernur Provinsi NTB, Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah  menegaskan data yang akurat sangatlah dibutuhkan dalam upaya menyelesaikan berbagai permasalahan pembangunan bangsa. Karena data, menurutnya dapat dianalogikan sebagai penerang bagi perjalanan program dan kebijakan. "Agar bisa sampai pada tujuannya dan tepat sasaran maka ketersediaan data untuk menunjang program seperti penerang di ruang gelap", jelas Wagub saat membuka kegiatan seminar Penguatan Peran dan Fungsi Institusi Statistik dalam Satu Data Indonesia di Hotel Aston Inn Mataram (28/10-2019).

Menurutnya, peran BPS di NTB sangat strategis. Karena dengan data, kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah membuahkan hasil. "Baru saja kami menerima kabar baik dari BPS, NTB berada di Peringkat terbaik ke-5  dalam Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK ) se- Indonesia. Artinya kita maju dalam membangun kebudayaan", kata Umi Rohmi.

“Posisi ke-5 ini, tentunya ini adalah berkat usaha yang luar biasa BPS 10 kabupaten/kota, BPS Provinsi NTB, dinas-dinas terkait, pemerintah kabupaten/ kota dan provinsi, tentunya juga kerja dari masyarakat, karena sumber data ini datangnya dari masyarakat,” ungkap

Wagub menegaskan bahwa Pemprov NTB optimis akan kemajuan yang dicapai dengan menaruh perhatian lebih terhadap data yang menentukan langkah kedepan. Ia berharap, satu data NTB akan semakin baik, akan membawa kerja sama BPS dengan Pemprov NTB semakin harmonis.

Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS RI Gantjang Amannullah, M.A. mengakui NTB berada di peringkat lima, Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK).
"Indeks Pembangunan Kebudayaan
sudah dilauncing oleh 3 orang eselon I. Ada Deputi PMK Bappenas, Deputi Bidang Statistik Sosiap BPS RI, Dirjen Kebudayaan," jelasnya.

Ia mengatakan bahwa, ada 13 provinsi di indonesia yang memiliki IPK tertinggi nasional. Diantaranya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi dengan nilai IPK tertinggi yaitu sebesar 73,79. Kemudian disusul Bali sebesar 65,39, Jawa Tengah 60,05, Bengkulu 59,95, Nusa Tenggara Barat 59,92, Kepulauan Riau 58,83 dan Riau 57,47.

Penilaian Indeks Pembangunan Kebudayaan memiliki indikator dengan 7 dimensi. Antara lain  ada dimensi ekonomi budaya, pendidikan, ketahanan sosial budaya, warisan budaya, kebebasan ekspresi budaya, budaya literasi dan gender.

Menurutnya, Indonesia memiliki dimensi ketahanan sosial budaya yang bagus. Sedangkan yang paling lemah yaitu ekonomi budaya. Seharusnya ketahanan sosial budaya dan ekonomi budaya searah.

Indikator ekonomi budaya, kata Gantjang diukur dari persentase penduduk yang pernah terlibat sebagai pelaku atau pendukung pertunjukan seni yang menjadikan keterlibatannya sebagai sumber penghasilan. Sehingga hal inilah yang menjadikan DIY atau provinsi Bali memiliki ketahanan sosial budaya dan ekonomi budaya searah. Di Yogyakarta (DIY) atau provinsi Bali misalnya, siswa SD mampu menari bali dan menghasilkan uang atau diapresiasi.

Di NTT, ada seni memainkan Sasando, sebenarnya bagus, indah, tapi pengunjungnya sepi. Jadi orang berekspresi belum menghasilkan apa-apa. Padahal berbicara seni, seharusnya sama dengan penari di Yogyakarta atau Bali yang diapresiasi, terangnya.

Demikian juga terkait dengan pendidikan, menurut Gantjar, tidak hanya dilihat dari keberadaan  guru yang mengajar muatan lokal bahasa daerah. Tetapi juga berkaitan dengan terakomodasinya anak-anak disabilitas dan anak-anak dari keluarga miskin untuk sekolah.
Hampir 25,37 persen  daerah di Indonesia minim guru yang memiliki ketrampilan mengajar muatan lokal. "Jadi guru yang memiliki ketrampilan mengajar muatan lokal bahasa daerah dan seni harus digerakan," jelasnya. "Ini hal penting yang harus dibangun NTB," terangnya.

Ketahanan sosial dan agama juga di ukur. Keberagaman dan heterogen saling berbaur dan menerima antara agama dan suku menjadi nilai indikator.

Kemudian, warisan budaya seperti penggunaan pakian adat, peninggalan sejarah yang terus di lestarikan, bahasa, bangunan bersejarah harus dirawat dan dibangun dengan baik.
Kemudian budaya literasi, Harus memiliki taman baca dan antusias kegemaran dalam membaca. Ini bagian yang harus terus ditingkatkan.
Pada seminar yang melibatkan seluruh Institusi BPS dan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Provinsi dan Kabupaten/Kota se-NTB itu, dirangkaikan pula dengan penandatanganan komitmen bersama untuk mengawal dan mensukseskan Program NTB satu data dan satu data indonesia (SDI) antara Kepala BPS, Suntono dan Kadis Kominfotik NTB, Gde Putu Aryadi yang disaksikan Wagub Umi Rohmi dan Direktur Statistik Kesejahteraan masyarakat BPS pusat. (Inc)