Incinews.net
Rabu, 16 Juni 2021, 07.09 WIB
Last Updated 2021-06-16T04:32:21Z
MataramNTB

25 Tahun Menghilang dengan Komitmen, PT GTI Kembali Hadir dengan Komitmen

Foto: Sekda NTB dan Pimpinan Redaksi DetikNTB

MEDia insan cita, Mataram: Mengapa perkembangan pariwisata di NTB  bergerak dengan lamban, tidak sebanding dengan ijin yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah? Artinya begitu banyak ijin pembangunan, ijin lokasi, ijin pembangunan hotel dan ijin berinvestasi di NTB. 

Sejak zaman Gubernur Warsito tahun 90-an, sampai saat ini, lahan-lahan itu belum di bangun oleh sang  investor. Di NTB, nampaknya para investor yang datang diberikan ijin lokasi dan kawasan pariwisata bukanlah investor yang “serius“. Hanya makelar tanah yang tidak berniat membangun Hotel.

Bagaimana dengan Perjanjian yang sudah disepakati saat itu?

Kerja sama antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kakanwil BPN Provinsi NTB 156/HPL/BPN/1993, 20 Desember 1993, terbit Hak Pengelolaan (HPL) 1 Pemprov NTB seluas 75 hektare. Dari total luas lahan tersebut, 65 hektare masuk kerja sama keduanya, sedangkan 10 hektare sisanya diberikan kepada masyarakat.

Kerja sama Pemprov dan PT GTI dilandasi terbitnya Surat Persetujuan DPRD Provinsi Tingkat I NTB 6/KPTS/DPRD/1995 24 Maret 1995. Kemudian terbit SK Gubernur NTB 128/1995 pada 13 April 1995 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kontrak Produksi antara Pemprov NTB dengan PT GTI. Serta SK Mendagri 643.62-377, tanggal 4 Juni 1997 tentang Pengesahan Surat Keputusan Gubernur NTB 128/1995 tanggal 13 April 1995

Dalam Perjanjian itu disepakati bahwa Pemerintahan Daerah memberikan Hak Pengelolaan Lahan dalam bentuk HGB kepada PT. GTI yaitu tanah di kawasan Gili Terawangan seluas 65 Ha, kemudian Pihak PT. GTI berkewajiban membangun hotel terhitung sejak ditanda tanganinya perjanjian tersebut. 

Perjanjian itu berlangsung dengan harapan dengan diberikannya Hak Pengelolan Kontrak Produksi itu maka perkembangan pariwisata di NTB akan berkembang dengan pesat, disamping akan memberikan penambahan Pendapatan Asli Daerah NTB. 

Namun apa yang terjadi, sejak tahun 1995 sampai dengan saat ini (sudah 25 tahun) ternyata PT. GTI menghilang (tidak membangun). Akhirnya seluruh tanah itu dikuasai oleh masyarakat (beranak pinak), membangun perumahan, membangun Penginapan home stay), Villa dan lain lain  yang membawa keuntungan bagi masyarakat.

Sebelumnya pihak DPRD menilai tidak ada benefit yang diperoleh pemprov NTB. Bahkan cenderung menimbulkan kerugian terkait pengelolaan aset di Gili Trawangan oleh PT GTI. Apalagi jika melihat jangka waktu kontrak produksi yang ditandatangani Pemprov NTB dengan PT GTI pada 1995 silam. Ada klausul yang menyatakan kontrak selama 70 tahun. Nilai kontrak setoran ke pemprov Rp 22,5 juta per tahun. Sementara, potensi pendapatannya bisa mencapai Rp 30 miliar setahun.


Pengelolaan aset milik pemprov di Gili Trawangan menjadi atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi antirasuah ini mendorong pemprov bersama Kejati menyelesaikan persoalan tersebut.


Atensi KPK berkaitan dengan pendapatan ke pemprov, atas pengelolaan aset yang dilakukan PT GTI. Usaha jasa pariwisata yang sekarang berdiri di atas lahan pemprov, seharusnya membayar pajak. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Pemasukan ke pemerintah hanya berasal dari royalti yang dibayarkan PT GTI.


Sikap Pemrov NTB 

Setelah sebelumnya, pemanfaatan lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan, Gili Indah, Pemenang, Kabupaten Lombok Utara yang dimulai sejak tahun 1995 dengan Perseroan Terbatas Gili Trawangan Indah (PT GTI) Pemprov NTB memutuskan untuk memilih Adendum (Adendum adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu.perjanjian yang didasarkan pada kesepakatan para pihak dan tetap dapat dilakukan meskipun jangka waktu perjanjian belum berakhir) daripada memutuskan kontrak. 

"Sebelumnya pihak Pemprov maunya putus kontrak, tapi saat itu belum menjadi keputusan akhir, tapi setalah Pemprov NTB menunggu kajian hukum dari Kejaksaan Tinggi NTB dan mendengarkan keterangan, masukan dengan catatan dari Karo Hukum, pihak KPK dan kejaksaan yang sebelumnya memberikan 2 opsi yakni pemutusan kontrak dan adendum. Pihak Pemprov memilih Adendum dengan Pihak PT GTI," ungkap Gubernur NTB Dr. Zulkieflimansyah saat mengelar pertemuan jumpa pers dengan awak media dengan dihadiri Kepala Kejaksaan NTB, Sekda, BPKAD, Biro Hukum, Diskominfotik dan Biro Adpim (Administrasi Pimpinan) Pemrov NTB. diruang rapat Utama (RUU) Pemrov NTB, Kamis. (3/6/2021).

Sambung Gubernur, adalah jika dilakukan pemutusan kontrak maka prosesnya membutuhkan waktu lama dan akan terjadi status quo hingga 2026.“Biar bagaimana pun prinsip pemerintah pak Jokowi bagaimana memastikan daerah dan negara kita itu friendly investmen bersahabat dengan investasi. Bersahabat dengan investasi yang paling mendasar adalah memuliakan investor, memuliakan investor itu memuliakan kontrak memuliakan perjanjian” jelasnya.


Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Tomo menjelaskan terkait kajian hukum mengaku bahwa pihaknya sudah menyerahkannya ke pihak Pemprov NTB. 

“Kita sudah bikin kajian. Kajian itu. Dan kita sampaikan 2 opsi. Opsinya itu boleh melakukan pemutusan kontrak dengan alasan wanprestasi. Alasannya karena PT GTI tidak melakukan kewajibannya sesuai dengan perjanjian dengan membangun sarana prasarana lainnya,” ujar Tomo.

Di sisi lain berdasarkan kajian hukumnya pemutusan kontrak tersebut juga terbuka peluang bagi PT GTI untuk mengajukan gugatan ke pengadilan dengan alasan bahwa itu bukan wanprestasi. Melainkan ada keadaan yang memungkinkan bagi mereka untuk tidak melaksanakan kewajibannya. 

“Sebut saja bahwa mereka disana sudah membangun pagar tetapi dirusak oleh masyarakat. Tiga kali dilaporkan ke Polda tetapi tidak mendapatkan respon dari kepolisian,” ujarnya.

Dari dua opsi tersebut, kata Tomo, pihak Pemprov NTB boleh memilih untuk melakukan pemutusan kontrak atau tidak. Untuk  mengambil keputusan maka Pemprov NTB sebaiknya melakukan kajian dulu. Yang dikaji disini dari aspek ekonomi, pariwisata, sosial  dan optimalisasi aset. “setalah melakukan beberapa pertemuan dengan Gubernur dan Gubernur memilih untuk di Adendum setelah dilakukan kajian hukum dan asas manfaatnya dan beberapa aspek itu maka diputuskan oleh Pemrov NTB untuk dilakukan Adendum,” jelasnya.

Dilanjutkannya, jika  hasil kajiannya memang layak diputus kontrak maka  dilakukan  pemutusan kontrak. Dengan tidak dilakukannya pemutusan kontrak oleh Pemrov NTB dan memilih dilakukan adendum kontraknya dengan menyesuaikan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi sepanjang mereka punya niat baik kenapa tidak kan, Kemudian yang tak kalah penting  jika PT GTI serius maka harus bisa menunjukkan bahwa mereka memiliki modal untuk membangun. 

“kita mendukung niat mereka untuk membangun, nah Kita adendum kontraknya,"ujarnya.

Keputusan Pemrov NTB

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan PT Gili Trawangan Indah (PT.GTI) di Aula Kantor Kejati, Kamis (10/6/2021) menandatangani berita acara kesepakatan pokok pokok addendum perjanjian kontrak produksi.

Sedikitnya sembilan kesepakatan dalam addendum kontrak produksi pengelolaan aset lahan seluas 65 Ha di Gili Trawangan akan dibahas berkelanjutan antara tim Pemprov NTB yang diketuai oleh Kepala Kejaksaan Tinggi sebagai pengacara negara bersama pengusaha Winoto dan direksi PT GTI. Beberapa diantaranya adalah perubahan kontrak kerjasama dan besaran retribusi PT GTI selama 25 tahun beroperasi.

“Pemerintah memutuskan upaya addendum dengan komitmen PT GTI siap membangun dan mengelola izin investasi yang sudah diberikan”, tegas Gubernur Dr. Zulkieflimansyah, S.E., M.Sc. 

Dikatakan Gubernur, komitmen melanjutkan pengelolaan aset dalam kontrak kerjasama sampai dengan 2026 itu menjadi salah satu kesepakatan yang akan dibahas dan dituangkan dalam addendum.

Sekretaris Daerah, H. L. Gita Ariadi menjelaskan, pembahasan direncanakan selesai pada Agustus mendatang. Termasuk ketentuan mengenai hak dan kewajiban terkait komitmen investasi. Adapun mengenai retribusi juga akan disepakati sesuai aturan hukum yang berlaku serta kesepakatan mengenai pengusaha maupun pengusaha yang saat ini menempati lahan PT GTI untuk diberikan masa transisi penghentian usaha mereka.

“Bahkan kalau diperlukan, kontrak kerjasama bisa diperbaharui jika klausul lama dianggap tidak lagi sesuai dengan kesepakatan dua pihak”, jelas Sekretaris Daerah, H. L. Gita Ariadi.

Dialog Publik soal PT GTI 

Dialog publik yang digelar media DetiNTB.Com pada, Jumat (11/6/2021) malam kemarin di Meekow Cafe Mataram bakal diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Provinsi NTB sebagai pemilik tanah yang dikelola oleh GTI selama 25 tahun terakhir ini.

Menurut Pemimpin Redaksi DetikNTB.Com Ibrahim Bram Abdollah bahwa hasil dialog yang bertemakan '25 Tahun GTI Bercokol, NTB Dapat Apa' akan disampaikan ke Pemrov NTB dirangkum menjadi satu rekomendasi. 

"Akan kami serahkan kepada eksekutif Minggu ini, sebagai saran, pendapat dan rekomendasi Detikntbcom kepada eksekutif,"  kata Bram, Minggu (13/6) di Mataram. 

Saran, pendapat dan rekomendasi tersebut menurutnya merupakan upaya bersama dalam memutuskan sikap terbaik terhadap polemik PT GTI tersebut. 

"Salah satu point terpenting yang kami simpulkan dalam diskusi tersebut adalah keputusan yang akan diambil Pemprov tidak boleh merugikan masyarakat NTB dan Investor. Bahkan masyarakat yang melakukan usaha di lokasi milik Pemprov di Gili Trawangan yang dianggap illegal harus juga diperhatikan dan dicarikan solusi terbaik," tegas Bram sapaanya.

Yang kedua kata Bram, PT GTI pada prinsipnya berkomitmen untuk taat azas dan mengikuti keputusan pemerintah. 

"Prinsipnya menurut Manager Umum PT GTI yang kami dengar bersama di acara dialog itu, bahwa GTI taat azas dan mengikuti keputusan pemerintah," kata bram mengutip pernyataan pihak GTI. 

Sejumlah pihak yang hadir dalam diskusi tersebut antara lain perwakilan pengusaha di Gili Trawangan,  BEM dan OKP se NTB dan sejumlah pihak terkait lainnya. 

"Semoga saran dan pendapat dari kami dijadikan referensi bagi Pemprov dalam bersikap. Meskipun antara Pemprov dan PT GTI sudah menandatangani pokok-pokok adendum baru-baru ini," ujarnya.

Acara tersebut, dihadiri oleh para narasumber seperti Sekda NTB Lalu Gita Ariadi, tim dari Jaksa Pengacara Negara Agus Candra mewakil Kajati NTB, KabidKum Polda NTB Abdul Azas Siagian mewakili Kapolda, Pimpinan DPRD diwakili Ketua Komisi III Sambirang Ahmadi dan Manager Umum PT GTI Burhanuddin. (Red/O'im)